Lisa dan Rego Pantes untuk Petani
Pilihan digital start-up yang dikembangkan Sanny Gaddafi memang berbeda dengan kebanyakan seperti e-commerce atau fintech. Misinya, membantu petani lebih produktif dan untung.
SANNY Gaddafi beberapa kali membangun digital start-up berbasis social networking jauh sebelum mengembangkan 8villages. Tepatnya saat dia duduk di bangku kuliah. ’’Waktu kuliah itu background memang IT di Binus. Saya selalu kepikiran bisa punya bisnis sendiri,’’ ujar pria berkacamata tersebut.
Kali pertama Sanny membangun sebuah platform social networking bernama Friends Uniting Program Especially Indonesian (FUPEI) pada 2004–2008. Dia juga pernah membuat platform bernama Bunda Gaul yang menjadi wadah pertemanan ibu-ibu di dunia maya. Lalu, berlanjut pada platform-platform bertema gym, beauty plan, dan sebagainya. ’’Dari situ saya banyak belajar bahwa membuat sebuah
social network itu perlu tersegmentasi,’’ tutur Sanny yang berkuliah di Binus pada 2000–2004.
Saat asyik dengan platform-platform tersebut, Sanny bertemu dengan Mathieu Le Bras, seorang profesional di bidang agrikultur asal Prancis. Dalam perjalanannya, Mathieu kemudian menjadi cofounder 8villages. Dari pertemuan itu, Sanny memperoleh pandangan bahwa dirinya bisa memanfaatkan potensi social networking untuk membantu mereka yang membutuhkan informasi. Nah, di Indonesia, salah satu yang potensial adalah petani. ’’Itu seperti tamparan buat saya karena selama ini membangun platform hanya melihat international value. Sementara di Indonesia masih banyak yang dibutuhkan,’’ kata pria 38 tahun tersebut.
Sanny lantas mulai memikirkan sebuah platform yang bisa digunakan untuk membantu petani menyelesaikan segala permasalahan. Berbekal suntikan modal dari investor, pada Desember 2012 Sanny membuat
social network khusus petani. Namanya Lisa atau Layanan Informasi Desa. Lewat Lisa, para petani bisa saling berdiskusi atau melempar dan menjawab pertanyaan pada sebuah forum seperti umumnya social network. Bedanya, di Lisa terdapat ratusan akademisi pertanian dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia yang turut menjadi anggota dalam platform tersebut.
Lisa yang terhubung dengan serangkaian aplikasi Android dan layanan SMS menuai respons positif dari masyarakat dan pemerintah. ’’Total, ada sekitar 100 ribu user. Anggotanya tersebar dari seluruh daerah di Indonesia,’’ ungkap Sanny.
8villages tidak berhenti pada Lisa. Ada juga layanan yang disebut Rego Pantes. Aplikasi itu tidak ubahnya marketplace. Seluruh penjualnya adalah petani langsung. Petani dapat langsung meng-upload dan menjual hasil panennya melalui Rego Pantes. Dengan begitu, konsumen dapat langsung mengakses dan membeli produk-produk petani tersebut. ’’Ini sangat membantu petani meningkatkan produktivitas, membantu petani untuk menjual langsung ke end consumer. Nggak ada lagi middleman (perantara dagang, Red). Itu memang yang ingin kami hilangkan,’’ jelas pria asal Bekasi tersebut.
Untuk mendukung ekosistem Lisa dan Rego Pantes, 8villages terus mengembangkan lini bisnis yang lain seperti logistik. Terutama untuk membantu pengiriman produk petani kepada konsumen. 8villages juga akan mengembangkan layanan pembayaran sendiri. Tujuannya, mempermudah petani.
Sanny optimistis 8villages mampu membantu petani mendapat informasi dan menemukan konsumennya. Meski, teknologi dan pertanian kerap dipandang sebagai dua ekosistem yang gapnya sangat jauh. ’’Memang tidak mudah. Kami datang di balai-balai. Tidak semua awalnya mau ikut, hanya beberapa. Tapi, mereka yang ikut itu kalau sukses pasti bakal cerita sehingga yang lain juga tertarik,’’ tuturnya.
Saat ini 8villages terus mengembangkan jaringan anggotanya di berbagai kota di Indonesia. Mereka didukung penuh oleh kementerian terkait untuk bersosialisasi. ’’Dalam membantu petani ini, kami didukung Kemendes, Kemenkominfo, Kementan, dan Kemendag,’’ papar Sanny.