Fokus Pengawasan pada Warga Pendatang
Karang Pilang Kikis Kesan Tidak Nyaman
SURABAYA – Kesan Kecamatan Karang Pilang sebagai salah satu kawasan yang tidak nyaman masih melekat. Mulai masalah lalu lintas hingga kependudukan. Muspika di wilayah perbatasan itu berupaya keras untuk mengikis opini tersebut dengan tindakan nyata.
Karang Pilang padat penduduk. Banyak industri di wilayah tersebut. Ada sekitar 20 pusat industri besar dan kecil di wilayah itu. Hal tersebut menjadi daya tarik bagi warga pendatang untuk mencari nafkah di Surabaya. Ada yang masuk dan menjadi warga setempat. Ada pula yang tinggal musiman. Kondisi itu menuntut satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di tingkat kecamatan untuk bekerja ekstra.
Sebagian besar pendatang memang warga negara Indonesia. Namun, tidak sedikit yang berstatus warga negara asing (WNA). Mereka adalah tenaga ahli di perusahaan yang berada di wilayah Karang Pilang. ’’Pada kondisi seperti itu, kami harus melakukan pengawasan secara berkelanjutan,’’ kata Camat Karang Pilang Eko Budi Susilo.
Dia harus membuka diri dengan jajaran samping. Bukan hanya muspika, lembaga yang bersifat makro pun digandeng. Salah satunya, imigrasi. Eko merasa membutuhkan lembaga tersebut. ’’Merekalah yang memiliki wewenang untuk masuk lingkungan industri dan mengawasi pekerja asing,’’ tuturnya.
Hubungan antara imigrasi dan kecamatan hanya berkoordinasi. Artinya, kecamatan dan imigrasi sama-sama memantau. Data yang terkumpul diselaraskan bersama. Penindakan tetap dilaksanakan imigrasi. ’’Kami hanya memfasilitasi,’’ ucap Eko.
Lalu, untuk warga pendatang, Karang Pilang mewajibkan lapor 1 x 24 jam. Aturan itu datang dari pemkot. Hampir setiap kecamatan menerapkan aturan tersebut. ’’Tapi, saya menekankan kepada seluruh lurah untuk tidak main-main dengan aturan itu,’’ tegas Eko.
Dengan langkah tersebut, pihak kecamatan memiliki data warga pendatang di wilayah Karang Pilang secara berkelanjutan. Data itu memudahkan kecamatan maupun kepolisian dalam mewujudkan situasi yang aman dan kondusif.
Dulu, Karang Pilang menjadi wilayah yang kurang menonjol. Bahkan, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Jatim sempat menyebutkan bahwa layanan di Kecamatan Karang Pilang masuk zona merah. Catatan tersebut muncul pada 2014. Eko mengakui hal itu.
Permasalahan lain yang sering muncul di kawasan tersebut adalah lalu lintas. Misalnya, macet dan kecelakaan. Wajar jika muncul kesan bahwa Karang Pilang merupakan kawasan yang tidak nyaman.
Kapolsek Karang Pilang Kompol Noerijanto menyatakan, kesan itu sudah tidak berlaku. Koordinasi antarmuspika, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan warga di wilayah Karang Pilang sangat bagus. Angka kasus kejahatan juga menurun. ’’Semua itu berkat kerja bersama pemerintah, polisi dan TNI, serta masyarakat,’’ jelasnya.
Yang terpenting saat ini adalah mempertahankan situasi yang sudah kondusif. Warga pendatang di Karang Pilang banyak. Permasalahan sosial mudah muncul. Untuk mengantisipasinya, komunikasi dengan semua pihak harus terjalin dengan baik.