Tahan Dana Asing Keluar
Tekanan Pasar Modal Indonesia Mereda
JAKARTA – Tekanan terhadap pasar modal makin mereda. Setelah sempat menyentuh level terendah sepanjang 2018 pekan lalu, kemarin (30/4) indeks harga saham gabungan (IHSG) beranjak dengan kenaikan 1,27 persen di level 5.994,595. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pun meyakini investor asing masih berminat menanamkan portofolionya di Indonesia.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menuturkan, tekanan di pasar modal yang mereda mampu menahan keluarnya dana asing dari Indonesia. Kinerja emiten yang telah dirilis disambut baik oleh pasar. ’’Investor nonresiden di luar dugaan malah meningkat (pembelian jumlah unit sahamnya, Red) meski nilai beberapa saham menurun karena investor ambil untung. Volatilitas di pasar saham itu lebih karena gejolak eksternal. Namun, kapasitas (investor) domestik masih cukup tinggi,’’ jelas Wimboh saat konferensi pers kemarin.
Sepanjang tahun, asing melakukan jual bersih (net sell) sebesar Rp 33,44 triliun. Tetapi, banyak dana yang kemudian dipindahkan ke pasar surat utang. Ada juga dana deposito yang dipindahkan ke reksa dana. Namun, secara umum, kondisi likuiditas masih dinilai aman. Dana dinilai hanya berputar karena rebalancing portfolio. Selain itu, Wimboh menyebut jumlah bank sistemik naik dari 11 bank menjadi 15 bank. ’’Pertambahan ini terjadi karena ada kenaikan indikator, yaitu dari sisi size bank dan interkonektivitasnya,’’ kata mantan komisaris utama Bank Mandiri tersebut.
Bank-bank sistemik itu kemudian harus memenuhi capital surcharge sesuai dengan aturan Basel III dan menyiapkan recovery plan untuk kekuatan menghadapi krisis. Berdasar hasil stress test perbankan, menurut Wimboh, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) bank 22 persen cukup kuat menghadapi risiko volatilitas nilai tukar.
Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan, BI masih berada di pasar jika perlu melakukan stabilisasi nilai tukar secara langsung. BI juga dapat membuka ruang pengetatan kebijakan moneter bila volatilitas nilai tukar dinilai bisa membahayakan perekonomian. Namun, sejauh ini Indonesia masih mempunyai fundamental ekonomi yang kuat.
Kemarin kurs tengah BI mencatat rupiah per dolar AS (USD) seharga Rp 13.877, sedangkan di kurs spot Bloomberg rupiah berada di level Rp 13.913. Sepanjang tahun ini, rupiah melemah 2,47 persen terhadap USD.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo menilai depresiasi nilai tukar rupiah belum mengkhawatirkan kondisi ekonomi Indonesia. Menurut dia, pelemahan rupiah terhadap dolar bukan karena kondisi ekonomi tanah air, melainkan ada sentimen global menyusul naiknya suku bunga bank sentral Amerika, The Fed. ’’Semua negara juga sedang bergejolak. Kursnya kena dampak dari kebijakan-kebijakan, terutama kenaikan suku bunga di Amerika Serikat,’’ tuturnya setelah membuka musrenbang nasional di Hotel Sahid Jakarta kemarin.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, menguatnya USD meningkatkan penerimaan pajak migas dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). ’’Kemudian, mengenai bond stabilization, kami akan melakukan berbagai hal yang merupakan kesiapan pemerintah untuk menghadapi situasi apa pun yang terjadi,’’ katanya.