Tidak Harus Pakai Ponsel Premium
AWALNYA, Dyah Safitri Yuniar mem-posting foto-foto di Instagram-nya, @dysavitri. Dosen jurusan desain komunikasi visual di ASRD MSD Jogjakarta itu lantas sering diminta untuk mengisi workshop memotret dengan menggunakan smartphone sejak 2016. Dalam satu sesi workshop, istri ilustrator Hery Siswanto tersebut membatasi maksimal untuk 30 peserta. ’’Supaya pendampingannya bisa intens,’’ ujar Dyah, sapaannya.
Kebanyakan pesertanya adalah pemilik bisnis online yang ingin belajar agar hasil fotonya lebih menarik. Materi dasar diberikan lebih dulu. Dyah biasa memulainya dengan pemahaman dasar tentang arti fotografi, yaitu menggambar atau melukis dengan cahaya. Gear atau ponsel menjadi media untuk merekam objek. ’’Basic tentang pencahayaan, proporsi, dan properti sebagai penunjang estetis. Itulah yang harus dipahami,’’ paparnya.
Bukan semata-mata yang gear-nya paling mahal, hasil fotonya selalu paling bagus. ’’Yang saya pakai untuk ngisi workshop juga bukan ponsel premium. Harganya mencapai Rp 1 juta–Rp 2 juta,’’ katanya.
Durasi untuk satu sesi workshop setidaknya tiga jam. Setelah mendapat materi dasar, peserta praktik memotret sekaligus sesi tanya jawab. Dyah akan mengarahkan dan memberikan feedback satu per satu. ’’Ibaratnya, dalam workshop itu, saya memberikan dorongan dan berbagi beberapa tip yang bisa dilakukan. Selanjutnya, tiap peserta bisa mempelajari sendiri lewat praktik,’’ tutur perempuan yang tinggal di Jogjakarta tersebut.
Biasanya Dyah digandeng event organizer atau institusi pengundang. Workshop bisa dilakukan di kafe atau hotel. Ada satu pesan yang disampaikan Dyah kepada penyelenggara. ’’Biaya workshop untuk lokasi Jogja tidak lebih dari Rp 150 ribu biar terjangkau untuk banyak orang yang ingin belajar,’’ ungkap alumnus S-1 dan S-2 Desain Komunikasi Visual ISI Jogjakarta tersebut.
Yang paling membahagiakan bagi dia adalah ketika mendengar cerita dari para peserta. Setelah mereka mengikuti workshop dan mempraktikkan ilmu yang didapat, hasil fotonya makin bagus dan penjualan makin laris. ’’Ada yang produknya keranjang. Banyak konsumen yang memuji fotonya terlihat eksklusif jika dibandingkan dengan online shop lain. Saya seneng dengernya,’’ ucap Dyah.
Ada lagi hal menarik lain. Sebagai dosen, Dyah mengajar mata kuliah yang di dalamnya ada materi tentang foto produk. ’’Kalau mahasiswa saya hasil fotonya masih asal, padahal sudah dapat mata kuliah fotografi satu semester, saya bilang, ’Masak kalah sama ibu-ibu peserta workshop,’’ tegasnya.
Rata-rata, dalam sebulan, Dyah punya jadwal mengisi tiga sesi workshop. Selain itu, dia membentuk FAB Photography Club. Dyah tentu kerap mengisi materi saat gathering FAB. ’’Saya nggak hanya pakai smartphone, tapi juga mirrorless. Misalnya, bahas topik eksplor speed. Contoh, memotret gula yang sedang ditabur,’’ jelas Dyah yang merasa belum cukup pede saat ditawari membuat buku tentang materi yang dibagikan dalam workshop.