BUMD Merugi, Direksi Diganti
Sorotan Pansus LKPj terhadap Kinerja Perusahaan Daerah
SURABAYA – Kinerja badan usaha milik daerah (BUMD) ternyata belum menunjukkan kontribusi yang signifikan bagi pendapatan asli daerah (PAD). Malah, dalam pembahasan laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj), sebagian BUMD terlihat jelas merugi.
Pansus LKPj di Komisi C DPRD Surabaya memanggil sejumlah BUMD beserta bagian perekonomian pemkot yang menaungi mereka pada rapat Rabu (2/5). Anggota pansus mengaku kecewa ketika menerima laporan bahwa nyaris tidak ada BUMD yang bisa menyetor dividen.
Ketua pansus LKPj Agoeng Prasodjo menyebutkan bahwa hanya PDAM yang menunjukkan hasil positif. Itu pun tercapai karena PDAM merupakan pemain tunggal dalam bidang perusahaan air minum. Sementara itu, BUMD lain punya saingan swasta. Karena itu, mau tidak mau mereka harus berupaya mengimbangi atau bahkan melebihi para pesaing. ’’DPRD ini mengeluhkan kalau semuanya rugi, terus bagaimana BUMD ini berjalan,’’ jelasnya kemarin (4/5).
Semua BUMD mendapat kritik dari pansus. Yang mendapat catatan terbanyak adalah PD Pasar Surya (PDPS) dan PD Rumah Potong Hewan (RPH). PDPS memiliki 67 pasar, tetapi tidak bisa menjalankan keuangan secara optimal. Padahal, pasar sebanyak itu sangat bisa menopang keuangan perusahaan.
Pansus menilai anggaran yang diplot Rp 9 miliar per tahun untuk PDPS tidak banyak menghasilkan. Banyak pasar yang akhirnya mati atau sepi pembeli. Selain itu, upaya revitalisasi minim.
Di sisi lain, RPH sampai saat ini terlilit masalah disharmoni di internal perusahaan. Pansus mencatat, secara produksi, perusahaan tersebut masih berjalan, tetapi tidak mendapatkan keuntungan yang berarti. Belum lagi masalah lahan yang masih menjadi perdebatan dengan warga. Lokasi PD RPH saat ini terlalu dekat dengan permukiman warga dan kawasan wisata religi Sunan Ampel.
Sementara itu, PT BPR Surya Artha Utama dianggap paling stabil. Perusahaan tersebut bisa menghasilkan laba Rp 1,2 miliar meski jajaran direksinya masih terbilang baru. Karena baru, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Agoeng menjelaskan bahwa meskipun menghasilkan laba, perbankan perkreditan tersebut masih timpang secara keanggotaan. ’’Seharusnya kan ini lebih banyak untuk UKM nasabahnya,’’ jelasnya. Namun, menurut data yang diterima pansus, 60 persen nasabah bank itu adalah PNS. UKM baru terlibat sebesar 30 persen.
Solusi yang diharapkan dewan, lanjut Agoeng, adalah penyegaran direksi. Mereka menilai jajaran direksi yang ada saat ini kurang inovatif sehingga perusahaan sulit mendapat keuntungan. ’’(Direksi) butuh orang yang perekonomiannya kuat. Kalau memang tidak beres, harus ganti manajemennya,’’ tegasnya.
Di sisi lain, Kabag Administrasi Perekonomian dan Usaha Daerah Khalid menyebutkan bahwa kerugian timbul karena terjebak utang. Misalnya, PDPS. ’’PD Pasar ini mendadak terjebak utang hingga Rp 17 miliar,’’ jelasnya. Karena itu, rekening perusahaan tersebut terpaksa diblokir. Itulah yang mengakibatkan perusahaan sulit merevitalisasi sejumlah pasar dan meraup keuntungan.
Pemkot saat ini juga berhati-hati untuk menempatkan direksi BUMD. Khalid memastikan penempatan direksi akan dilakukan secara teliti dan sesuai kebutuhan meski memakan waktu yang cukup lama. Karena itu, tidak masalah jika posisi direksi diisi pejabat pelaksana tugas (Plt) untuk sementara.