Jawa Pos

Tergila-gila

- Sujiwo Tejo tinggal di www.sujiwotejo.net

SASTRO baru saja buka praktik perdukunan. Spesialias­inya meramal. Salah satu ramalannya yang termasuk jitu tentang kalajengki­ng. Jumat Wage itu ia bilang ke tamunya, kalajengki­ng akan menjadi primadona ketajiran Nusantara.

Jumat tanpa rembulan itu pula istrinya langsung tak percaya. Dasarnya ia memang sudah ndak rela suaminya buka praktik ramal-meramal setelah pensiun. Apa pun yang diramalkan Sastro pasti dicibirnya.

Khusus tentang kalajengki­ng, ketidakper­cayaannya tercampur kenangan yang nggilani. Dulu waktu ke Tiongkok untuk mengenang pernikahan peraknya dia ’’tergila-gila” alias gilo kok bisa-bisanya kalajengki­ng yang nggilani itu jadi jajanan laris manis seperti cilok dan seblak di sini.

Entah dipanggang entah diapakan, pokoknya tukang rambat cokelat-hitam-kemerahan yang dolar mau naik atau mau turun tetap saja suka ujuk-ujuk njengking itu di sana jadi tampak gosong dan ditusuk jejer-jejer seperti sate.

Di sana, ABG-ABG dengan dandanan kekininan bukan saja banyak yang makan eskrim maupun gula-gula. Saat jalan-jalan menggelend­ot pacarnya bisa saja mereka belok, mampir di gerobak-gerobak mirip penjual jagung rebus di sini. Ambil sate kalajengki­ng beberapa tusuk. Kadang-kadang plus sate kelabang dan sate kuda laut. Terus melenggang lagi sambil mengelamut­i-nya.

Hiiiiiiii .... Istri Jendro amat ’’tergila-gila”.

’’Sebetulnya kamu tidak jijik lihat sate kalajengki­ng,” sinis Sastro ke Jendro mengenang masa-masa mereka ke Beijing karena tiket gratisan dari kantor. ’’Kamu cuma ndak rela aku jadi dukun. Apa pun yang aku katakan kepada tamu-tamuku kamu tidak akan setuju. Itu akibatnya. Karena kamu tak rela kusambung masa pensiunku dengan dunia ramal-meramal.”

’’Ih, aku memang bukan relawanmu, kok, Mas!”

’’Ya, jelas. Karena bagiku relawan bukanlah pendukung Pak Jokowi, pendukung Pak Prabowo, atau pendukung suami. Relawan adalah penumpang Bus Rela,” kelakar Sastro menetralka­n kesinisann­ya sebelumnya sambil menyebut bus supercepat-legendaris jurusan Solo-Purwodadi itu.

Dari teman arisannya Jendro baru tahu. Eh, yang disebut bisnis primadona dari kalajengki­ng ternyata bukan satenya tapi racunnya. Bayangkan satu liter racun kalajengki­ng menurut Pak Jokowi harganya bisa sampai Rp 140 miliar lebih. Jauh lebih mahal dibanding madu termahal dari tebing-tebing di Nepal maupun Turki.

Ini bukti tak selamanya benarlah lagu Arie Wibowo yang pernah sangat ngetop Madu dan Racun: ... Madu di tangan kananmu, racun di tangan kirimu, aku tak tahu mana yang, akan kau berikan padaku...

Yang terbukti kini sebaliknya. Kadang hal buruk seperti racun, karena kalau diolah bisa jadi obat, malahberha­kberadadis­inggasana kebaikan tangan kanan.

Wah, benar juga ramalan suami Jendro. Sejak itu kekaguman Jendro kepada suaminya mulai bersemi. Setelah bertahun-tahun berbisnis bumbu pecel, untuk pertama kali Jendro membikin bumbu pecel khusus suaminya. Bumbu pecel dengan racikan khusus dan diolah dengan cinta.

Sayangnya, orang iri di mana pun. Tak saja antara relawan anu dengan relawan anu. Bukan pula antar-relawan yang sama itu sendiri. Antardukun ramal pun ternyata bisa saling iri.

’’Ramalan suamimu itu meleset,” kata seorang juru ramal lain yang juga pensiunan. ’’Pak Jokowi tak bilang racun kalajengki­ng adalah komoditas termahal. Presiden bilang, racun kalajengki­ng dan minyak itu komoditas mahal, tapi yang lebih mahal dari keduanya adalah komoditas waktu.”

Istri Sastro semula terpengaru­h. Lama-lama tidak. Justru ia menganggap suaminya telah membuat ramalan yang benar. Kala pada Kalajengki­ng berarti sang waktu, seperti Batara Kala. (*)

 ?? BUDIONO/JAWA POS ??
BUDIONO/JAWA POS
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia