FK3-Pamurbaya Minta Pemkot Beli Lahan
Pasang Spanduk Protes Penetapan Kawasan Lindung
SURABAYA – Penetapan kawasan lindung seluas 2.500 hektare mendapat perlawanan. Para pemilik lahan menginginkan pemkot mengubah batasan ruang hijau. Kemarin (5/5) mereka memasang spanduk protes di Jalan Arief Rahman Hakim.
Spanduk itu dipasang oleh Forum Komunikasi Warga Korban Konservasi Pantai Timur Surabaya (FK3-Pamurbaya). Mereka menganggap ada ketidakadilan atas penerapan Perda Nomor 3 Tahun 2017. Aturan tersebut mengatur rencana tata ruang wilayah Surabaya 2010–2030.
Rencananya, spanduk berukuran 1 x 5 meter itu dipasang di tiga titik. Yakni, Keputih, Medokan Ayu, dan Gunung Anyar Tambak. ’’Kami pasang bertahap,’’ ujar Koordinator FK3-Pamurbaya Choirul Anam.
Anam mengatakan, wilayah yang masuk kawasan konservasi tidak bisa dimanfaatkan untuk hal lain, kecuali tambak. Padahal, penghasilan dari tambak tidak cukup untuk menutupi biaya produksi. ’’Pajak yang kami tanggung juga besar,’’ katanya.
Anam dan anggota yang lain sudah melayangkan surat ke DPRD Surabaya. Mereka menginginkan adanya perubahan peta peruntukan di wilayah kawasan lindung itu. ’’Kalau tidak bisa digeser, ya tolong pemkot segera beli lahan kami. Biar ada kejelasan,” ucapnya.
Nawawi Ahmad, anggota FK3Pamurbaya, menjelaskan bahwa selama ini warga yang memiliki lahan dalam kawasan hijau tersebut tidak pernah diajak duduk bersama. ’’Kalau seperti ini, sama dengan hak kemerdekaan kami dirampas,” tuturnya.
Ketua Komisi A DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto mengungkapkan, batas patok jelas tidak mungkin dipindah. Sesuai UU Kawasan Kota, harus ada 30 persen kawasan terbuka hijau dari total wilayah. Perinciannya, 20 persen merupakan ruang terbuka hijau (RTH) publik dan sisanya kawasan privat. ’’Ini saja Surabaya masih kurang. Seandainya bisa digeser pun, cari gantinya di mana?” jelas politikus Demokrat tersebut.
Menurut dia, warga tidak mungkin mau jika peruntukan lahannya diganti RTH. Di sisi lain, pembelian tanah oleh pemkot juga sulit dilakukan. ’’Dibutuhkan dana triliunan rupiah,’’ katanya.
Selain tambak, polemik mengenai RTH tersebut terjadi di Gunung Anyar Tambak, Kecamatan Gunung Anyar. Di sana sudah ada 99 rumah yang berdiri di atas lahan hijau. Pemilik tanah tidak tahu bahwa lahan yang ditempati masuk kawasan lindung.
Kini mereka sedang menunggu solusidaripemkot.SepertiFK3-Pamurbaya,merekaberharapperuntukan kawasan itu juga diubah.
Sementara itu, saat ini pemkot juga sedang mengecek batas konservasi dan patok RTH. Banyak orang yang tidak tahu dengan lokasi patok tersebut. Sebab, banyak yang tertutup semak.
Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (DPRKP CKTR) Surabaya menurunkan tim untuk mengecek patok tersebut. Di Gunung Anyar Tambak ada lima patok yang terpasang. Sangat sulit mengakses patok itu karena jalur tertutup semak dan kawasan tambak. ’’Kami minta bantuan badan perencanan dan pembangunan kota (bappeko) untuk mencari patok yang dulu dipasang,” ujar Kepala DPRKP CKTR Eri Cahyadi.