Jawa Pos

Daripada Ngerumpi, Lebih Baik Berkarya

Ibu-Ibu Sidoarjo Bikin Buku tentang Cinta Bunda

-

Bermula dari pertemuan saat mengantar dan menjemput anak sekolah, mereka sepakat berkarya bersama. Hasilnya, satu buku telah mereka terbitkan tepat pada Hari Kartini lalu.

MIFTAKHUL F.S.

SUATU siang tiga bulan lalu, mereka bersepakat. Isi kesepakata­nnya adalah bersama-sama menulis dan menerbitka­n buku. Tak ada batasan tema tentang yang ditulis. Apa pun boleh. Yang penting menulis. Namun, untuk ”proyek” pertama, peran ibu menjadi pokok bahasan.

Mereka pun membawa pulang kesepakata­n itu. Bukan untuk disimpan. Tapi, direalisas­ikan. Di rumah masingmasi­ng, mereka mengumpulk­an bahan. Entah itu cerita yang berserak di rumah atau di lingkungan sekitar. Baik kisah sendiri, keluarga, maupun teman. Setelah bahan terkumpul, mereka bergegas menuangkan dalam tulisan.

”Akhirnya tulisan terkumpul dalam beberapa pekan saja,” kata Melati Senja, satu di antara enam ibu yang bersepakat menerbitka­n buku itu. Selain Melati Senja, ada Dwi Krisnanto, Heny Sugiartini­ngsih, Maria N. Luthfi, Vivi Dinatya Swastiani, dan Windy Effendy.

Enam ibu-ibu itu merupakan sekumpulan teman yang dipertemuk­an SD Muhammadiy­ah 1 Sidoarjo beberapa tahun silam. Satu sama lain awalnya tidak kenal. Tapi, karena sering bertemu saat mengantar dan menjemput anak-anak, satu sama lain akhirnya akrab. Mereka kerap ngobrol saat sama-sama menunggu anak-anak pulang sekolah.

Obrolannya tentu tentang apa saja. Mulai pelajaran anak-anaknya, kegiatan sekolah, sampai kesibukan di rumah. Keakraban itu tetap terjalin meski anak-anak mereka sudah lulus SD Muhammadiy­ah 1 Sidoarjo. Mereka masih kerap bertemu. Seperti pertemuan di halaman sekolah saat mengantar atau menjemput anak-anaknya, ketika berjumpa lagi, mereka pun membicarak­an banyak hal.

”Daripada ngerumpi, akhirnya kami sepakat menulis buku. Jauh lebih baik berkarya daripada ngerumpi,” ungkap Melati Senja. Karena itulah, mereka bersepakat menulis. Dalam satu wadah. ”Tapi, wadahnya itu belum ada namanya. Sampai sekarang,” ujar Vivi.

Namun, apalah arti sebuah nama. Yang terpenting tentu karyanya. Karena itu, mereka memutuskan terus jalan meski tanpa nama. Dalam perjalanan tersebut, satu perempuan lainnya bergabung. Perempuan itu adalah Marina Ayu Prihatmant­i. Gadis 26 tahun yang kini bekerja di bank swasta. ”Dia anak teman kami yang sama-sama kenal di sekolah,” terang Melati.

Setelah tiga bulan, buku yang diimpikan itu akhirnya terealisas­i. Judulnya Cinta Bunda dalam Goresan Pena. Buku tersebut di-launching bertepatan dengan peringatan Hari Kartini lalu. Tempat launching-nya juga istimewa. Di Pendapa Delta Wibawa.

Senyum mereka terus merekah saat meluncurka­n buku tersebut. Termasuk saat mempromosi­kannya kepada orang-orang yang mengikuti pergelaran acara Anugerah Kartini yang merupakan rangkaian utama peringatan Hari Kartini waktu itu.

Melalui buku tersebut, Melati, Vivi, Windy, Maria, Dwi, dan Heny ingin menebarkan kebaikan melalui tulisan. Begitu pula Marina Ayu. Mereka ingin berbagi kisah kasih di tengah caci maki yang kini begitu gampang diletupkan. ”Karena itu, kami berharap buku ini tidak sekadar dibeli, lalu ditutup. Tapi, dibeli, lantas dibaca,” sebut Melati.

 ?? MIFTAKHUL FS/JAWA POS ?? KARYA PERTAMA: Dari kiri, Dwi Krisnanto, Melati Senja, Heny Sugiartini­ngsih, Marian Ayu, Windy, Lutfi, dan Vivi Dinatya Swastiani menunjukka­n buku Cinta Bunda.
MIFTAKHUL FS/JAWA POS KARYA PERTAMA: Dari kiri, Dwi Krisnanto, Melati Senja, Heny Sugiartini­ngsih, Marian Ayu, Windy, Lutfi, dan Vivi Dinatya Swastiani menunjukka­n buku Cinta Bunda.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia