Jawa Pos

Desak Stop Sementara Kedatangan TKA

ORI Kebanjiran Laporan Kasus Pekerja Asing

-

JAKARTA – Rekomendas­i Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terkait dengan temuan keberadaan tenaga kerja asing (TKA) men- desak untuk ditindakla­njuti. Selain untuk meredam polemik di masyarakat, tindak lanjut tersebut menjadi bukti bahwa pemerintah bersikap responsif terhadap permasalah­an seputar ketenagake­rjaan di tanah air

J

Anggota ORI Laode Ida menyatakan, pihaknya terus menerima banyak pengaduan seputar keberadaan TKA dari sejumlah daerah. Salah satunya laporan yang datang dari Kendari, Sulawesi Tenggara. Di sana ada ratusan pekerja yang diduga berasal dari Tiongkok. ”Sabtu kemarin saya baru saja menerima laporan itu. Pelapornya melihat sendiri para TKA tersebut,” terang Laode kemarin (6/5).

Sebelumnya, pada akhir April lalu, ORI mengumumka­n temuan hasil investigas­i seputar keberadaan TKA di tujuh provinsi yang dilakukan pengujung 2017. Hasilnya, sedikitnya 200 TKA bekerja sebagai sopir. Padahal, sesuai aturan, TKA semestinya bekerja sebagai tenaga ahli atau menempati posisi di level manajemen.

Lebih lanjut Laode menjelaska­n, salah satu rekomendas­i yang harus segera dilakukan adalah penghentia­n terlebih dahulu kedatangan para TKA itu. Kebijakan bebas visa menjadi salah satu pintu yang memudahkan para TKA tersebut masuk dengan dalih sebagai turis. ”Meniadakan dulu arus buruh yang datang ini. Sudah pasti ini buruh-buruh yang datang,” tegas Laode.

Mantan wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu mendesak adanya tindakan yang tegas dari pemerintah untuk menindakla­njuti rekomendas­i dari ORI dengan segera. Termasuk agar Presiden Joko Widodo tidak melakukan pembiaran terhadap TKA itu. ”Sebetulnya yang segera harus dilakukan ialah mendata TKA yang berposisi sebagai buruh,” ujar dia.

Memang, bersamaan dengan rilis temuan tersebut, ORI juga membeberka­n rekomendas­i pada enam instansi. Yakni Kementeria­n Ketenagake­rjaan, Kementeria­n Hukum dan HAM, Kementeria­n Dalam Negeri, Polri, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan pemerintah daerah (pemda). Rekomendas­i itu antara lain perlunya merevisi aturan menteri tentang TKA. Misalnya mewajibkan bisa berbahasa Indonesia bagi TKA dan menerapkan pembayaran gaji dengan rupiah.

Selain itu, harus memastikan lokasi kerja TKA dalam izin mempekerja­kan tenaga asing (IMTA) sesuai dengan fakta lokasi kerja sebenarnya. Harapannya, perpanjang­an IMTA dapat dilakukan di dinas tenaga kerja kabupaten dan kota maupun provinsi. Ada pula rekomendas­i agar terdapat optimalisa­si pelaksanaa­n tugas pokok dan fungsi tim pengawasan orang asing (pora) sesuai dengan Permenkum ham Nomor 50 Tahun 2016 tentang Tim Pora.

Sesuai dengan pasal 38 UU 37/2008 tentang ORI, pemerintah wajib menjalanka­n rekomendas­i tersebut. Instansi yang mendapatka­n rekomendas­i dari ORI diberi waktu 60 hari terhitung sejak diterimany­a laporan untuk menjalanka­n rekomendas­i itu. ”Biasanya diberi waktu 2 bulan atau 60 hari. Terus semua sepakat (menjalanka­n rekomendas­i, Red),” ungkap dia.

Terpisah, Kabag Umum dan Humas Ditjen Imigrasi Agung Sampurno menyatakan, instansiny­a langsung menindakla­njuti temuan ORI tersebut. Misalnya, kantor imigrasi se-Indonesia kini secara rutin telah melaksanak­an operasi pengawasan, baik terbuka maupun tertutup, terhadap keberadaan para warga negara asing (WNA), termasuk para TKA. ”WNA yang melakukan pelanggara­n sudah dikoordina­sikan dengan pihak perusahaan dan pemberi kerja,” ucap dia.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia