Jangan Berhenti di Setnov
Proses hukum kasus korupsi anggaran proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dengan terdakwa Setya Novanto (Setnov) berakhir sudah. Putusan kasusnya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) setelah Setnov tidak mengajukan banding. Sikap yang sama ditunjukkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pekan lalu KPK mengeksekusi mantan ketua umum Partai Golkar itu dengan cara memindahkannya dari rumah tahanan (rutan) ke Lapas Sukamiskin, Bandung. Status Setnov berubah dari terdakwa ke terpidana. Sebelumnya, mantan ketua DPR itu dijatuhi hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 500 juta serta uang pengganti USD 7,3 juta dikurangi Rp 5 miliar.
Tentu saja, langkah Setnov tidak banding tersebut memunculkan tanda tanya. Mengapa Setnov menerima vonis yang tergolong berat tersebut? Ataukah memang Setnov sedang menyiapkan strategi lain di balik tidak mengajukan banding atas putusan tersebut. Spekulasi pun merebak. Ada yang menyebut Setnov dicurigai akan memanfaatkan upaya peninjauan kembali (PK) untuk lolos dari pemidanaan. Apalagi jika Setnov bersabar menunggu pengajuan PK setelah Hakim Agung Artidjo Alkostar pensiun. Artidjo selama ini memang sangat kejam terhadap terpidana korupsi dengan hukumanhukuman superberatnya.
Terlepas dari manuver tersebut, kini kita menunggu kelanjutan sekuel penanganan kasus e-KTP. Ada dua agenda penting. Pertama, mengusut Setnov dari jerat pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kedua, pengungkapan siapa penerima uang proyek e-KTP yang pantas dijatuhi hukuman berat di pengadilan tipikor. Bola masih dipegang KPK. Tim penyidik menentukan arah berikutnya penuntasan kasus e-KTP.
Suasana batin yang berkembang di masyarakat menginginkan penuntasan kasus e-KTP. KPK harus tanggap dengan fakta sosiologis tersebut. Setnov tidak mungkin bermain sendirian dalam kasus itu. Apalagi, dalam penyidikan, sudah terungkap beberapa nama yang diduga terlibat. Belum lagi, Setnov dalam persidangan juga menyebut keterlibatan mereka. Tim penyidik pasti akan jernih memilih dan memilah faktafakta tersebut berdasar alat bukti.
Kita tunggu langkah KPK selanjutnya. Kasus e-KTP harus dijadikan tonggak penuntasan kasus korupsi yang berskala besar. Putusan yang berat harus menjadi shock therapy bagi siapa pun agar tidak memainkan proyek pemerintah. Siapa pun harus mengaca pada putusan Setnov. Sekuat apa pun kedudukan seseorang, jika sudah terindikasi korupsi, dia harus berhadapan dengan KPK. (*)