Garuda Cari Pendanaan Murah
Pertimbangkan Sekuritisasi Aset Rute Potensial
JAKARTA – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berupaya mencari solusi untuk mengatasi persoalan keuangan perseroan. Tahun ini perusahaan pelat merah tersebut membidik pendanaan dari global bond USD 750 juta. Selain itu, perseroan akan melakukan sekuritisasi aset.
Sekuritisasi aset dilakukan terhadap rute-rute tertentu yang diproyeksi terus meraup untung dalam beberapa tahun ke depan. Menurut Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Pahala N. Mansury, sekuritisasi aset maupun global bond dilakukan untuk me-refinancing beberapa utang yang akan jatuh tempo. ’’Fokus kami melakukan pencarian cost of fund yang lebih murah,’’ kata Pahala.
Pihaknya mencatat, perseroan memiliki utang jatuh tempo pada tahun ini senilai Rp 2 triliun. Kemudian, pada 2020 mendatang, ada utang jatuh tempo senilai USD 500 juta. ”Sekuritisasi akan dalam rupiah dan kami melihat pada rute-rute tertentu yang pendapatan yang akan diperolehnya dinilai potensial oleh market,’’ jelasnya.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Helmi Imam Satriyono menambahkan, jika sekuritisasi aset tersebut dilakukan, perseroan berpotensi mengurangi nilai penerbitan dari obligasi global (global bond) senilai USD 750 juta. Saat ini perseroan mencari sumber pendanaan berbunga lebih murah dengan struktur eksekusi lebih sederhana. ’’Kami mencari yang paling baik,’’ kata Helmi.
Rute yang akan dilakukan sekuritisasi adalah rute-rute yang sudah mapan dan terus berpotensi dipasarkan di masa depan. Misalnya, rute penerbangan ke Asia, Timur Tengah, maupun Asia Timur.
Saat ini Garuda memang berusaha memperbaiki tren negatif keuangan. Pada kuartal pertama 2018, Garuda berhasil menekan angka kerugian dari USD 101,2 juta menjadi USD 64,3 juta. Garuda juga mencatatkan kenaikan jumlah penumpang 5 persen menjadi 8.8 juta penumpang. Sementara itu, kargo yang diangkut meningkat 3,2 persen menjadi 111.9 ribu ton.
On time performance (OTP) mencapai 88,8 persen atau meningkat jika dibandingkan de- ngan catatan capaian OTP tahun lalu 86,5 persen. Adapun tingkat keterisian penumpang (SLF) mencapai 71,4 persen.
Pahala menyatakan, kinerja perseroan pada kuartal I 2018 turut dipengaruhi kinerja rute internasional pada periode Januari–Februari. Kala itu ada tekanan akibat dampak travel warning erupsi Gunung Agung oleh sejumlah negara.
’’Kinerja rute internasional, khususnya sektor penerbangan menuju Bali dari sejumlah negara seperti Jepang, Korea, dan Tiongkok, belum pulih hingga akhir Februari 2018,’’ paparnya.