Warga dan Mahasiswa Demo Turun ke Jalan
Gelar Long March untuk Tolak Tambang Emas
BANYUWANGI – Sebanyak 50 warga bersama aktivis mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Banyuwangi menggelar unjuk rasa menolak tambang emas di Gunung Tumpang Pitu, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, kemarin (6/5).
Dalam aksi tersebut, warga melakukan long march dari lapangan Pancer, Desa Sumberagung, hingga Desa/Kecamatan Pesanggaran sejauh 10 kilometer. Selama perjalanan, mereka berorasi secara bergantian dan membagikan brosur peta wilayah konsensi pertambangan emas yang dilakukan PT Bumi Suksesindo (BSI) kepada para pengguna jalan dan masyarakat sekitar.
Aksi long march dengan mengenakan baju putih bertulisan tolak tambang emas itu terus dilakukan warga sambil bernyanyi dan meneriakkan berbagai tuntutan yang harus dipenuhi pelaksana tambang emas. Dalam unjuk rasa itu, salah seorang aktivis PMII melakukan aksi unik memikul bambu sepanjang 2 meter dengan dua kaki dirantai.
Tanpa mengenakan baju, badan mahasiswa itu dilumuri cat merah. ’’Saya melakukan aksi ini untuk kesejahteraan warga. BSI segera memenuhi apa yang kami minta dan tidak merusak lingkungan lagi,’’ ujar Adi, 22, salah seorang aktivis PMII.
Dalam aksi itu, warga menuntut BSI berhenti melakukan penambangan dan menutup area pertambangan di Gunung Tumpang Pitu. Selain itu, warga dan PMII menuntut aktivis lingkungan hidup Budi Pego segera dibebaskan. Mereka menilai pertambangan semakin lama tidak malah membuat warga sejahtera, tapi membuat lingkungan, khususnya di Desa Sumberagung, semakin tercemar. ’’Kami minta tambang emas ditutup,’’ ujar Sutoyo, 53, warga Dusun Pancer, Desa Sumberagung.
Sutoyo menyampaikan, dalam aksi dengan jalan kaki sepanjang 10 kilometer itu, mereka berhenti di depan pos 1 PT BSI. Tapi, tidak ada tanggapan atau perwakilan dari BSI. ’’Aksi kami sempat dihadang oleh polisi, tapi kami jalan terus,’’ ungkapnya.
Warga menuding BSI telah merusak sebagian besar ekosistem di Desa Sumberagung. Saat musim hujan, warga khawatir terdampak longsor dan banjir. Jika musim kemarau, mereka tidak tahan dengan debu yang setiap hari mengotori udara di lingkungan permukiman penduduk. ’’Kami tidak mau anak cucu kami hanya menikmati dampak lingkungan yang sudah rusak dan tercemar. Kami mau agar BSI segera menghentikan aktivitasnya,’’ jelasnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Operasi (Kabagops) Polres Banyuwngi Kompol Syamsudin menjelaskan, unjuk rasa warga tersebut berjalan damai dan tidak anarkistis. Warga hanya melakukan long march sejauh 10 kilometer sambil bernyanyi dan membagikan brosur.