Banyak Yang Belum Ramah Difabel
Libatkan ABK Percantik Taman Kota
SURABAYA – Jumlah taman di Kota Surabaya terus ditingkatkan. Namun, hal tersebut belum diimbangi dengan fasilitas yang seharusnya tersedia. Misalnya toilet, tempat parkir, atau beberapa sarana bagi kaum difabel.
Sebelumnya, guru besar Universitas Kristen Petra (UKP) Prof Christina Eviutami Mediastika memaparkan hasil penelitiannya di Taman Bungkul. Penelitian itu mengungkap bahwa taman tersebut belum ramah untuk difabel, terutama penyandang tunanetra. Hasil riset itu kemudian diserahkan langsung kepada Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya.
Kepala DKRTH Chalid Bukhari menyatakan sudah mengkaji hasil penelitian tersebut. Dia berterima kasih atas masukan yang diberikan UKP. Menurut dia, masukan seperti itu sangat dibutuhkan untuk perbaikan Surabaya, terutama dalam perbaikan taman. ”Sebuah kota tidak akan berkembang pesat jika hanya pemerintah yang bekerja sendiri,” kata Chalid.
Saat disinggung mengenai jumlah taman yang sudah ramah untuk penyandang disabilitas, Chalid mengatakan bahwa semua masih berada dalam tahap peningkatan. Dia membuktikannya dengan penghargaan dari badan PBB Unicef untuk beberapa taman yang dimiliki Kota Pahlawan. ”Surabaya sedang memulai untuk itu (taman layak difabel, Red). Beberapa sudah layak,” imbuhnya.
Pantauan di lapangan, beberapa taman, terutama di Surabaya Selatan, dapat dikatakan belum ramah difabel. Contohnya Taman Ronggolawe. Taman yang dekat dengan Terminal Joyoboyo tersebut belum memiliki guiding block. Yakni, jalur untuk penyandang tunanetra.
Kondisi serupa terpantau di Taman Mayangkara, seberang Rumah Sakit Islam (RSI) A. Yani. Taman tersebut cukup luas. Dilengkapi dengan lapangan futsal. Namun, tidak tersedia tempat parkir. Karena itu, masyarakat harus memakirkan kendaraan di depan RSI jika ingin mengunjungi taman tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Chalid mengatakan segera mengevaluasinya. Dia tidak menentukan target selesai. Namun, dia berjanji melakukan perbaikan secepatnya. Pihaknya juga terus membutuhkan bantuan perguruan tinggi sebagai mitra pemerintah.
Selain menggandeng perguruan tinggi, pihaknya membuka akses untuk bekerja sama dengan anak berkebutuhan khusus (ABK). Hal itu akan membuat taman lebih ramah kepada siapa pun. Baik penyandang disabilitas maupun yang normal. ”Dengan senang hati, akan kami libatkan (ABK, Red). Supaya taman lebih cantik, aman, enak, dan layak untuk siapa pun,” tutur Chalid.
Sebelumnya, Prof Evi mengatakan bahwa penelitian yang dibuatnya baru awal. Evi berencana terus mengembangkan penelitiannya. ”Desain belum ada, masih akan kami lanjutkan 2 sampai 3 tahun lagi,” tegasnya. Dia pun berkomitmen untuk bekerja sama dan memberikan masukan bagi DKRTH atau dinas terkait lain.