Jawa Pos

Menangkal Teror dengan Saling Kenal

- ILUSTRASI DAVID/JAWA POS

TERORIS itu sulit hidup di Jawa Timur. Sebab, orang-orang di Jawa Timur punya kultur yang sangat peduli dengan tetangga. Jika ada orang baru di sebuah kampung, dia harus terbiasa dengan pertanyaan dari para tetangga. Siapa Anda dan apa yang Anda lakukan di sini.

Sayang, cerita itu seperti hanya menjadi kenangan. Bom bunuh diri yang menyerang tiga gereja dan Mapolresta­bes Surabaya pada 13 dan 14 Mei lalu seolah meruntuhka­n kisah harmonisme hubungan bertetangg­a di Jatim. Padahal, kisah itu telah diceritaka­n secara turun-temurun.

Para pelaku bom bunuh diri itu tinggal dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Namun, tidak ada tetangga yang tahu bahwa mereka adalah teroris. Mungkin sudah tidak ada lagi semangat usil untuk bertanya dari para tetangga kepada setiap pendatang baru. Tatapan mata dan saling senyum dianggap sudah cukup mewakili keramahan.

Kini semua perhatian justru tertuju ke Jawa Timur. Pelaku dan terduga teroris ternyata banyak ditemukan di provinsi paling timur Pulau Jawa itu. Tidak sampai sepekan setelah ledakan di tiga gereja dan Mapolresta­bes Surabaya, polisi menangkap pelaku dan terduga teroris di empat wilayah Jatim. Surabaya, Sidoarjo, Malang, dan Pandaan (Kabupaten Pasuruan).

Ogah peduli tetangga sepertinya sudah sangat parah menjangkit­i masyarakat saat ini. Terlebih di lingkungan hunian baru (perumahan) yang rata-rata merupakan pendatang. Bahkan, untuk memilih ketua RT dan RW saja banyak yang kesulitan. Alasannya hampir sama, tidak ada yang mau repot dengan alasan sibuk bekerja.

Tanpa disadari, lunturnya kultur peduli tetangga itu menjadi celah bagi orang-orang pembawa penyakit sosial untuk nyaman tinggal di tempat tersebut. Misalnya, pebisnis narkoba, selingkuha­n, orang yang dikejar utang, hingga pelaku terorisme.

Berkaca dari kasus bom bunuh diri di Surabaya, ada baiknya kita kembali menumbuhka­n kultur saling mengenal dan peduli terhadap lingkungan. Tak perlu malu bertanya kepada orang baru tentang siapa mereka dan apa yang dia lakukan. Kalau malu bertanya sendiri, kan bisa mengajak tetangga yang lain untuk bertanya bersama-sama. Sekalian menumbuhka­n budaya bertamu ke rumah tetangga.

Setidaknya, cara itu akan membuat para pembawa penyakit sosial, termasuk pelaku terorisme, tidak nyaman. Syukur-syukur kalau mereka bertobat dan menjadi bagian dari komunitas masyarakat yang saling kenal dan peduli.

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia