BRANDING DI MEDSOS, TAMPILAN HARUS KECE
APA yang dilakukan Sheriff Safania Maina sebagai kondektur atau kenek mungkin sangat lazim terlihat di beberapa negara, termasuk Indonesia. Maina kerap bergelantungan di pinggir pintu Matatu untuk mempromosikan angkutannya. Beberapa kali juga membantu penumpang naik dengan mengangkat tasnya. Yang membedakan adalah raut wajahnya yang selalu ceria dan aksinya yang atraktif.
Dandanan Maina juga klimis. Baik kaus, celana, dan
sneakers sangat kekinian. Tampilan keseluruhan yang simpatik itu mampu menjadi nilai jual. Maina merupakan kenek di Matatu bernama Woodini. ”Ini kantorku!” ujarnya dibarengi musik Humble dari Kendrick Lamar yang keluar dari 28 speaker di Woodini. Saat ini Maina memiliki lebih dari 4.500 follower di Instagram. Intens posting sangat membantu menjaga brand-nya. ”Mayoritas klienku dari media sosial. Mereka melihat postinganku dan tertarik naik Matatu bersamaku,” ujar Maina. (*) KONSEP re-branding yang tepat akan memulihkan reputasi dan kembali menarik atensi. Matatu telah membuktikannya. Matatu adalah armada bus yang dimiliki secara privat dan telah dipakai sebagai moda transportasi sejak awal 1960-an di Kenya. Pada pertengahan 1990, pengemudi Matatu terkenal ugal-ugalan. Industri tersebut juga kerap dikaitkan dengan geng kriminal. Image tersebut saat ini sudah berubah. Sekumpulan anak muda di Nairobi, ibu kota Kenya, melakukan re-branding secara masif. Kini Matatu identik dengan anak-anak muda penuh passion, stylish, artistik, grafiti, dan euforia postingan terkait Matatu di media sosial. Transformasi itu juga dilakukan untuk bagian interior. Di antaranya, speaker, TV, jok colorful, dan interior warna-warni.