Dimulai dari Diri Sendiri
TEROR bom di Surabaya sungguh sangat miris. Selain berkelanjutan, satu aspek yang membuat sulit dipahami adalah pelibatan anak kecil. Itu sudah benar-benar melanggar batas. Kehidupan menjadi tak biasa lagi.
Gara-gara aksi itu, penjagaan diperketat di mana-mana. Bahkan, para petugas satpam dan aparat kepolisian harus menggeledah anak-anak dan perempuan. Mengganggu, memang. Tetapi, aparat tak punya pilihan lain. Sebab, aksi biadab Dita Oepriarto yang menjadikan anak dan istrinya sebagai pengebom bunuh diri membuat aparat harus mewaspadai siapa pun. Termasuk anak kecil.
Namun, memberantas terorisme tidak bisa dilakukan dengan hanya memaki-maki atau mengutuk aksi teror. Juga, tak bisa dengan upaya preventif dan represif aparat pemerintah saja. Terorisme (mungkin) berhasil dikalahkan jika semua pihak terlibat. Termasuk saya, Anda, kita semua.
Caranya bisa dimulai dari diri sendiri. Dari lingkungan kita sendiri. Bagaimana kita bersikap, bagaimana kita berakhlak di lingkungan sosial, akan mengajari anak-anak kita tentang bagaimana agama sejatinya mengajarkan kedamaian dan memberikan kedamaian. Bukan menjadi alasan untuk membunuh.
Ide besar ISIS tentang Islam yang meniadakan kaum liyan harus dilawan dengan ide pula. Jika mereka menganggap jangankan agama lain, muslim yang tidak sependapat dengan mereka juga layak dibunuh, maka kita lawan dengan wajah Islam yang sejati: Islam yang menjadi rahmat bagi alam semesta. Rahmatan lil ’alamin.
Yang terutama adalah pada anak-anak. Jangan sampai jargon atau konsep Islam terkait dengan relasi lain yang keras seperti ’’Islam Yes, Kafir No’’ diajarkan begitu saja kepada anak-anak. Sebab, anak-anak belum bisa menggunakan kemampuan kognitif mereka dengan baik untuk mencerna serta memahami doktrin-doktrin.
Jika menjelaskannya tidak pas, yang terjadi, anak-anak bisa menjadi seperti anak-anak Dita Oepriarto. Anak-anak yang sudah mengglorifikasi pengafiran kelompok lain. Anak-anak yang hanya memandang tidak ada yang benar di luar kelompok mereka. Anakanak yang bisa memandang lumrah pembinasaan kelompok lain. Naudzubillahi mindzalik.
Anak-anak itu bagaikan tabula rasa –kertas kosong. Unsur terbesar yang mengisinya adalah orang tua dan lingkungan terdekat.
Sekarang mungkin agak susah melakukan deradikalisasi kepada orang tuanya. Namun, biarkan ini habis, dan kita menyelamatkan anak-anak kita dan mereka dari paham terorisme. Karena itu, perang melawan terorisme harus dimulai dari diri sendiri dan lingkungan terdekat.