Jangan Kaitkan dengan Almamater atau Etnis
ABDUL MU’TI
Lingkungan sekolah tempat anak-anak dididik harus dibentengi dari nilainilai radikalisme. Begitu pula keluarga. Berikut obrolan wartawan Jawa Pos TAUFIQURRAHMAN dengan sekretaris umum PP Muhammadiyah. Ada instruksi khusus pada warga Muhammadiyah pasca rangkaian aksi teror ini?
PP Muhammadiyah mengimbau warga perserikatan untuk tetap istikamah melaksanakan dakwah sesuai keyakinan dan khitah gerakan. Warga juga sebaiknya lebih hatihati dan mawas diri terhadap berbagai kemungkinan adu domba oleh pihak tertentu dan tidak terprovokasi oleh berbagai statemen yang mendiskreditkan Muhammadiyah.
Beberapa anak dari pelaku teror dihubungkan dengan institusi pendidikan Muhammadiyah. Apa respons Anda?
Saya secara pribadi sudah mengklarifikasi dan meminta keterangan kepada pihakpihak terkait dan sedang mengumpulkan data terkait dugaan keterlibatan mereka. Kami menyayangkan beredarnya foto-foto dan kartu identitas tersebut di ruang publik, khususnya di media sosial. Penyebaran foto dan nama anak-anak sebagai pelaku tindak kriminal bertentangan dengan UU Perlindungan Anak.
Kami mengimbau masyarakat untuk tidak mengaitkan tindak kriminal dengan almamater, keluarga, atau latar belakang etnis tertentu. Sesuai hukum pidana, perbuatan kriminal merupakan tanggung jawab pelaku dan tidak ada hubungannya dengan pihak lain.
Aksi teror kini melibatkan keluarga. Bagaimana cara membentengi institusi keluarga agar tidak larut dalam tren ini?
Sebenarnya, tindakan terorisme yang melibatkan mereka yang memiliki keluarga bukan hal baru. Hanya, kasus Surabaya sangat mengejutkan, memprihatinkan, dan memilukan. Dalam konteks pendidikan, diperlukan adanya komunikasi dan sinergi antara sekolah, keluarga, masyarakat, dan pihak-pihak lainnya.
Apa yang bisa dilakukan sekolah untuk membentengi diri dari radikalisme?
Sekolah dan lembaga pendidikan pada umumnya lebih meningkatkan bimbingan dan pendampingan keagamaan. Masalah radikalisme bukan hanya terkait dengan paham agama atau organisasi, tapi masalah bangsa.