Menari dengan Capoeira
SURABAYA – Keelokan seni bela diri dan tarian dibawakan empat capoeiristas (orang yang melakukan capoeira, Red) di atrium Pakuwon Mall kemarin (18/5). Capoeira ditampilkan selama dua jam.
Seni olah tubuh yang lekat dengan tradisi dan diiringi lagu yang menggunakan alat musik khas Brasil itu populer di berbagai kalangan. Kepopuleran seni bela diri tersebut menggiring para pencintanya membentuk komunitas yang dinamakan Escola Cultural Zungu Capoeira.
Komunitas itu resmi terbentuk pada 2007. Ada sekitar 200 anggota. Separonya rutin berlatih setidaknya tiga kali seminggu di base camp Jalan Dinoyo No 39. ’’Awalnya, ada kenalan orang Brasil yang berkunjung. Lalu, dia yang mengajari kami capoeira,’’ ujar salah seorang instruktur, Johan Ishii.
Laki-laki 42 tahun tersebut berlatih capoeira sejak usia 29 tahun. Capoeira dikenal sebagai kesenian yang datang dari para budak di Afrika dan dibawa ke Brasil. Karena itulah, kesenian tersebut kaya budaya. ’’Zaman dulu mereka (budak)
kan susah sekali mencari cara untuk senang-senang. Nah, mereka mencari hiburan dengan cara ini,’’ jelasnya.
Capoeira melatih seluruh otot tubuh. Sebab, setiap gerakan membutuhkan kolaborasi otot yang seimbang. Perpaduan antara gerak tari nan eksotis dan bela diri yang mempertontonkan trik. Iringan musik etnik disuarakan dengan menggunakan alat musik berimbau, atabaque, dan pandeiro. Ditambah suara melengking dari para pemain musik yang sahut-menyahut. ’’Mereka (pemusik, Red) bisa menyanyikan sindiran, petuah seperti orang ngerap dalam bahasa Portugis. Atau hanya suara-suara,’’ tutur capoeiristas lain, Antoni Budianto.
Gerakan akrobatik ditampilkan sesuai dengan tempo lagu. Bisa dalam slow speed hingga superspeed. Menurut Johan, salah satu keunikan capoeira adalah mempelajari teknik tipuan. Johan yang pernah mendalami ilmu tersebut selama satu bulan di Sao Paulo, Brasil, menyebut teknik slow sebagai tipuan yang paling susah. ’’Dengan gerakan slow, saat ada serangan, kita harus sigap. Ini jadi nilai seni tersendiri,’’ tandasnya.