Minta Tanamkan Toleransi kepada Pelajar
Pesan Risma untuk Ratusan Guru Agama
SURABAYA – Ratusan guru lintas agama di metropolis berkumpul di Convention Hall Jalan Arif Rahman Hakim kemarin (18/5). Mulai pengajar agama Islam, Katolik, Kristen, Buddha, Hindu, hingga Khonghucu. Mereka datang untuk mendengarkan pesan dari Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
”Tolong semakin tekankan kepada anak-anak tentang toleransi terhadap sesama manusia,” ujar Risma. Dia juga meminta kepada seluruh guru yang hadir agar tidak semata-mata mengajarkan agama sesuai dengan kitab suci. Namun, menerjemahkannya ke dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Risma, pelajaran yang selama ini diterima siswa sudah cukup baik. Namun, pelajaran tersebut lebih banyak ditekankan pada hubungan manusia dengan Tuhan. ”Hubungan antarmanusia juga penting untuk ditanamkan kepada anak-anak,” lanjutnya.
Dengan begitu, kata orang satu di Surabaya itu, para siswa diharapkan bisa lebih saling mengasihi. Mereka juga tidak ragu untuk tolong-menolong. Pelajaran tersebut juga akan semakin menumbuhkan empati siswa. Ketika ada teman yang sedang susah, mereka bisa memahami, mengerti, dan sedikit banyak memberikan bantuan. ”Ingatkan juga tentang perjuangan para pahlawan dalam melawan penjajah hingga titik darah penghabisan,” lanjutnya.
Sejarah juga memiliki peran penting. Sebab, untuk bisa merdeka, para pahlawan harus berjuang hingga kehilangan nyawa. Dengan mengingat perjuangan tersebut, para siswa diharapkan bisa memiliki rasa nasionalisme sehingga tidak mudah untuk dipecah belah. ”Tumpuan saya pada kalian semua. Karena itu, kami kumpulkan bersama di sini,” jelas Risma.
Menurut dia, guru agama menjadi salah satu pilar terdepan yang dapat membantu mengubah maupun membentuk karakter anak didik. Karena itu, selalu berkata dan berbuat jujur menjadi salah satu poin yang ditekankan Risma dalam forum tersebut. ”Apalagi di era sekarang ini. Kemajuan teknologi sudah begitu pesat. Internet dan media sosial begitu mudah diakses oleh mereka,” tuturnya.
Bimbingan untuk menggunakan media sosial secara bijak menjadi tanggung jawab bersama. ”Kalau bukan kita yang membimbing, bisa jadi akan ada orang lain yang melakukannya,” ujarnya.
Dia juga menyampaikan, pada hari pertama masuk sekolah 21 Mei, semua pelajaran akan ditiadakan sehari. Kegiatan pada hari itu diisi sesuatu yang menyenangkan untuk anak. ”Meski sudah ada pendampingan, ini tetap diperlukan untuk menghilangkan trauma mereka terhadap kejadian kemarin,” paparnya.