Pertunjukan Amal untuk Korban Bom
Komunitas Sanggar Lidi Berbelasungkawa
SURABAYA – Menjadi manusia itu sulit karena musuh terbesarnya adalah hawa nafsu sendiri. Kalimat tersebut menjadi pembuka penampilan grup musik Halaman Pengelana di depan Kedai Moeljo Kamis malam (17/5). Dalam lirik yang selanjutnya dinyanyikan, terbentang pesan-pesan dalam melodi yang meneduhkan.
Misalnya, lirik yang menyatakan bahwa api mengajarkan manusia untuk tidak menyertakan amarah dalam berperilaku. Selanjutnya, tanah mengajarkan manusia agar menanam kebaikan. Lalu, udara mengajarkan saling berbagi. Serta air yang menga- jarkan manusia untuk senantiasa mengalirkan kebaikan.
Lagu itu menjadi salah satu yang ditampilkan dalam pergelaran bertajuk Untuk Surabaya yang diinisiatori Komunitas Sanggar Lidi. Bentuknya berupa kegiatan kemanusiaan dalam bentuk penggalangan dana melalui pertunjukan seni. Yang juga sebagai wujud implementasi keprihatinan dan solidaritas. Dana yang terkumpul akan dikelola, kemudian disalurkan kepada korban peledakan bom pada Minggu (13/5).
’’Senin (14/5) kami juga mengadakan kegiatan serupa. Dana yang terkumpul waktu itu kami serahkan kepada keluarga Bayu yang jadi salah seorang korban meninggal,’’ ujar Totenk Rusmawan, salah seorang koordinator komunitas. Dia sendiri malam itu menyumbangkan pertunjukan berupa musikalisasi puisi.
Totenk menegaskan bahwa malam itu merupakan salah satu aksi belasungkawa terhadap orang-orang yang menjadi korban. ’’Kita harus terus untuk sama-sama saling mengingatkan tentang kemanusiaan dan pentingnya rasa saling peduli antar sesama,’’ imbuhnya.
Puluhan anggota komunitas yang lain menyuguhkan penampilan berupa musikalisasi puisi. Dari puisi yang mereka tulis sendiri maupun puisi dari sastrawan terkemuka seperti Emha Ainun Najib hingga Gus Mus. Dalam puisi yang dibacakan tersebut, mereka mengekspresikan kemarahan kepada teroris. Yang membuat suasana tenang dan damai menjadi perasaan takut, waswas, serta saling curiga.
Penulis buku puisi Sepanjang Kayuh, Syarif WB, ikut tampil. Dia membakar semangat penonton dengan puisi karyanya yang berjudul Nyali Kami Nyali Wani. Dalam puisi itu, dia mengutuk kejahatan kemanusian dalan rupa aksi terorisme. Sekaligus mengajak arek-arek Suroboyo untuk bersamasama memiliki keberanian tanpa rasa takut untuk melawannya. Dia juga melelang bukunya untuk dana amal.