Survival Rate Penderita Jantung hingga 90 Persen
Penanganan Cepat Tim RS Mitra Keluarga Waru
BEREVOLUSINYA penyakit jantung cukup membuat golongan profesional merasa gelisah. Salah seorang yang merasakannya adalah dr Richardus SpJP. Staf ahli bagian intervensi dan penanganan pasien jantung di cath lab
RS Mitra Keluarga ini menyebutkan bahwa kini penderita jantung koroner semakin muda. ’’Saya pernah lakukan tindakan intervensi untuk penyakit jantung, paling muda pada penderita usia 30 tahun,’’ ujar dokter lulusan S-1 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali tersebut.
Menurut dr Richardus, gejala penyakit jantung kini sudah berubah setidaknya 5–10 tahun belakangan. Pada era sebelum gadget, tanda-tanda serangan jantung bersifat homogen. Namun, sejak era gadget, gejalanya turut berevolusi. ’’Kini bisa rasa nyeri di mana pun, seperti bagian punggung atau bahkan rasa tertusuk di area perut yang biasanya diasosiasikan dengan lambung, ternyata bisa jadi itu justru jantung,’’ imbuh dr Richardus.
Jumlah penderita jantung pun meningkat tiap tahun. Menurut Richardus, selain genetik atau kelainan pada jantung, pola hidup tak sehat jadi pemantiknya. ’’Di RS Mitra Keluarga, seluruh pasien jantung diarahkan ke cath lab kami, yang telah berdiri selama delapan tahun,’’ ujar alumnus S-2 Kedokteran Unair tersebut.
Dokter Richardus menyebutkan bahwa kemungkinan pasien serangan jantung selamat bisa jadi sangat tinggi dan sangat rendah, bergantung kepada prime time atau waktu pascaserangan. ’’Maksimal 90 menit, pasien sudah harus ada di sini, didiagnosis, dan dilakukan intervensi. Lebih dari itu, survival rate (tingkat keselamatan) pasien akan menurun dengan sendiri,’’ imbuh dr Richardus.
Di RS Mitra Keluarga, tingkat keselamatan mereka yang terkena serangan jantung dan selamat berada pada angka 90 persen. ’’Serangan jantung diakibatkan oleh gumpalan lemak yang menyumbat pembuluh darah. Jadi, awalnya yang harus kita lakukan adalah diagnosis, sekaligus mencari culprit artery atau pembuluh darah yang tersumbat,’’ imbuh dr Richardus yang biasa melakukan tindakan intervensi dengan pendampingan dokter anestesi serta 3–5 tenaga medis ahli. Prosedurnya pun butuh keterampilan super, mulai pemasangan kateter hingga pemetaan aliran pembuluh darah pasien dengan X-ray yang dipantau lewat monitor.
’’Setelah terlokasi, kami lakukan stenting atau pemasangan ring untuk melebarkan pembuluh darah. Ring kami sebesar 0,1 mikron dan diimpor dari Eropa. Keunggulannya, sekali pasang, tak perlu diganti, karena ring tersebut akan menyatu dengan pembuluh darah, bukan seperti ring klasik yang bersifat asing untuk tubuh,’’ ujar dr Richardus.
Bagi mereka yang memiliki pembuluh darah tersumbat dan sumbatannya telah mengeras, RS Mitra Keluarga menggunakan balon mikro. Perjalanan balon yang dikaitkan pada wire steril akan berakhir setelah balon mengembang di depan gumpalan dan berhasil menghancurkan gumpalan yang mengeras.
RS Mitra Keluarga yang termasuk RS senior di Surabaya juga jadi rujukan para penderita jantung. Cath lab RS Mitra Keluarga menampung sekitar 15 pasien per bulan. Selain lolos sertifikasi rumah sakit secara nasional, seluruh staf ahli RS Mitra Keluarga tersertifikasi dan dikirim untuk studi lanjutan secara bergantian.
’’Selain menuntaskan intervensi dan menyelamatkan nyawa pasien, kami mengobati pembuluh darah yang terlukai akibat penyumbatan sebelumnya,’’ ujar dr Richardus.
Menurut dr Richardus, selain tak ribet dan berteknologi canggih, intervensi jantung plus pemulihannya di RS Mitra keluarga terbilang singkat. ’’Mulai diagnosis hingga intervensi dilakukan tak sampai 90 menit. Setelah itu, pasien dirawat di ICU selama satu hari dan rawat inap 1–2 hari, sebelum kembali ke keluarga masing masing,’’ ujar dr Richardus.