Aplikator atau Operator Transportasi?
Pakar Kritisi Peran Penyedia Aplikasi Online
SURABAYA – Aturan transportasi online masih mengambang. Hingga saat ini, peraturan menteri perhubungan (permenhub) masih dirasa memberatkan oleh penyedia jasa transportasi online.
Kemarin (24/5) Ditlantas Polda Jatim menggelar focus group discussion (FGD) untuk mencari solusi atas masalah tersebut di gedung SIER, kawasan Rungkut. Dirlantas Polda Jatim Kombespol Heri Wahono mengatakan, FGD itu bertujuan untuk menyamakan persepsi antarpihak yang terkait transportasi daring. Terutama mengakomodasi keinginan pelaku transportasi konvensional dan online. ”Solusi yang ketemu hari ini (kemarin, Red) akan diusulkan ke pemerintah pusat,” katanya.
Tarik-ulur soal aturan transportasi online di pusat membuat pemerintah daerah bingung. Contohnya soal pembatasan kuota. Jatim kebagian 4.445 kendaraan roda empat. Namun, di Jatim sekarang sudah ada 25.182 unit. Pengajuan izin mencapai tiga ribuan. Sementara itu, yang sudah mengantongi izin 228 kendaraan.
FGD kemarin dihadiri Dinas Perhubungan Provinsi Jatim serta kabupaten dan kota. Juga polantas dari kabupaten dan kota. Empat narasumber dihadirkan dalam diskusi tersebut. Yakni, pakar transportasi Universitas Indonesia (UI) Ellen Sophie Wulan Tangkudung, pakar transportasi Universitas Jember (Unej) Sonya Sulistyono, pakar informatika UI Suryadi, dan pakar hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Marcus Priyo Gunarto.
Dalam kesempatan tersebut, Ellen memaparkan data kecelakaan transportasi di Indonesia. Sekitar 71 persen melibatkan kendaraan roda dua. Angkanya mencapai 134.426 kejadian pada 2017.
Transportasi daring roda dua juga terlibat. Hanya, hingga sekarang belum ada data valid yang memastikan berapa jumlahnya. Data sementara menyebutkan, di antara 2.436 kecelakaan ojek, 32 ojek online. ”Karena faktor keamanan itulah, roda dua tidak mungkin mendapatkan pengakuan sebagai angkutan umum,” katanya.
Selain itu, hubungan kerja antara aplikator dan driver hanya berstatus mitra. Tidak ada jaminan bagaimana kepribadian pengemudi, baik roda dua maupun roda empat. Padahal, itu jaminan penting bagi konsumen untuk tetap merasa aman.
Pakar informatika UI Suryadi menyarankan pemerintah bertindak tegas. Aturan yang mempertegas peran pemilik aplikasi sebagai operator atau aplikator harus segera dibuat. Jika hanya operator, itu berarti platform transportasi online hanya menjual aplikasi. Kalau aplikator, mereka harus tunduk pada aturan permenhub. ”Nah, ini tumpuannya ada di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo),” katanya.
Menurut Suryadi, definisi tersebut harus jelas. Baru ditempuh langkah selanjutnya. Mengikatnya dengan aturan bisa semakin mudah. ”Sekarang mereka bebas karena tidak ada yang mengikat,” imbuhnya.