Jawa Pos

Banyak Gambar yang Hilang setelah Pameran

Upaya Muhamad Khotib Mengumpulk­an Foto-Foto Kuno Kawasan Ampel

-

Setelah ditunjuk sebagai ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Ampel, Muhamad Khotib rajin mencari, mengumpulk­an, dan meneliti foto-foto kuno kawasan makam Sunan Ampel.

EKO HENDRI SAIFUL

Salah satu stan yang menarik perhatian pengunjung saat Festival Kuliner Ampel (FKA) 2018 pada 29 April lalu adalah stan yang menampilka­n foto-foto Ampel tempo dulu. Dalam event yang digagas Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Surabaya tersebut, koleksi Muhamad Khotib itu tidak hanya menarik bagi pengunjung lokal, tetapi juga wisatawan asing.

’’Sekarang saya mulai berhati-hati meminjamka­n ke orang lain. Sebab, banyak foto yang hilang setelah dipamerkan,” tutur Khotib saat ditemui di rumahnya, kawasan Ampel Menara, Semampir.

Ada ratusan foto yang tersimpan di kediaman mantan pegawai PT PAL Surabaya tersebut. Setiap gambar menyimpan cerita berbeda. Khotib mencetak semua foto itu dengan kertas A3. Di bagian bawah, terpampang jelas tulisan Pokdarwis Ampel. Rasanya tak sulit memaknai isi foto. Sebab, keterangan dan sumber koleksi turut dicantumka­n.

Misalnya, foto Kali Pegirian yang diambil pada 1930. Saat itu sungai yang mengalir di dua kecamatan tersebut masih menjadi pelabuhan penting. Kapal-kapal besar bersandar di pinggir sungai

J

Ada foto bangunan mirip tangga di tepi kali bagian barat. Susunan batu itu difungsika­n sebagai jalan penumpang perahu. Gambar yang diambil pada zaman penjajahan itu juga menunjukka­n bangunanba­ngunan lawas yang sekarang telah hilang. Contohnya, bioskop Tiong Hin di Jalan Pegirian.

’’Saya penasaran, kenapa saat itu tangga di pinggir kali diganti bangunan plengsenga­n halus. Menarik untuk diteliti,” ungkap Khotib. Lelaki yang memiliki delapan cucu itu lantas mencari tahu latar belakang adanya proyek pembanguna­n sungai. Ada beberapa literatur yang dibukanya.

Mulai buku Oud Soerabaia karya G.H. Von Faber, History of Java karya Raffles, koran Soerabaias­ch Handelsbla­d, hingga De Indische Courant. Dari buku dan surat kabar lama tersebut diketahui bahwa saat itu Surabaya sedang dilanda kejadian luar biasa (KLB).

Banyak tikus yang merusak bangunan di tepi sungai. Sebagian tangga pelabuhan juga rusak. Kondisi itu direspons pemerintah lewat proyek pembanguna­n di Kali Pegirian.

’’Bahkan, saya menemukan nilai lelang proyeknya. Nilainya 48 ribu golden,” ungkap Khotib, kemudian tersenyum.

Selain Kali Pegirian, lelaki 65 tahun itu menunjukka­n foto Jalan KH Mas Mansur zaman dulu. Gambar akses di Semampir tersebut diambil sekitar 1915. Kondisi jalan amat berbeda dengan sekarang.

Pada zaman penjajahan, Jalan KH Mas Mansur merupakan jalur kereta api. Ada rel di tengah jalan raya. Akses jalan itu sangat ramai karena menjadi pusat perdaganga­n. Pada 1915 Jalan KH Mas Manshur dipadati alat transporta­si tradisiona­l. Masyarakat masih mengandalk­an delman untuk berbelanja.

Khotib menjelaska­n, belum semua koleksinya dipamerkan ke publik. Ada ratusan foto yang masih disimpan di lemari.

’’Saya masih mencari ceritanya,” ungkapnya. Dia berupaya menggali cerita dari foto itu satu per satu. Selain literatur lawas, ada bantuan dari teman-temannya.

Dari mana Khotib mendapatka­n foto-foto Ampel? Potret lawas kawasan wisata didapat setelah dia”mencuri’’ koleksi lembaga penelitian sejarah dan museum di Belanda. Yakni, situs lembaga KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal Land-en Volkenkund­e) dan Tropenmuse­um. Khotib membelejet­i dua situs itu.

Melalui internet, dia menemukan banyak dokumentas­i tentang Ampel. Koleksi peneliti Belanda cukup lengkap. Karena jumlahnya puluhan ribu, Khotib harus telaten memilah foto yang berkaitan tentang Ampel.

’’Untuk download harus membayar. Saya pilih yang gratis,” papar Khotib. Menurut Khotib, upaya pencurian foto dipergoki pemilik situs. Nick van Horn, pengelola situs KITLV, pun datang ke Ampel. Dia kaget saat melihat foto-foto di lembaganya dipamerkan. Tampilanny­a lebih menarik.

’’Sebelum marah, saya minta maaf dulu. Saya mengaku sebagai orang Ampel yang punya hak mengambil,” kata Khotib, lantas tertawa. Nick ternyata tidak marah. Justru dia kagum dengan upaya Khotib tersebut.

 ?? EKO HENDRI/JAWA POS ?? TELATEN: Muhamad Khotib menunjukka­n koleksinya kepada wisatawan asing yang berkunjung saat Festival Kuliner Ampel 2018.
EKO HENDRI/JAWA POS TELATEN: Muhamad Khotib menunjukka­n koleksinya kepada wisatawan asing yang berkunjung saat Festival Kuliner Ampel 2018.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia