Dennis Rodman Sampai Terharu
Jepang Lega Kesepakatan soal Penculikan
SINGAPURA – Senin malam (11/6) Dennis Rodman tiba di Singapura. Dia memang bukan salah seorang anggota delegasi Amerika Serikat (AS), apalagi Korea Utara (Korut). Namun, kehadirannya menjelang pertemuan perdana Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Tertinggi Korut Kim Jong-un tak bisa diabaikan media.
Kemarin (12/6), kendati samasama berada di Negeri Singa, Rodman menyaksikan pertemuan historis Trump dan Jong-un dari layar televisi. Mantan bintang basket NBA (National Basketball Association) itu terharu saat melihat dua pemimpin dunia yang sama-sama pernah dia sambangi tersebut bersalaman. ”Saya sangat senang!” serunya dalam wawancara dengan presenter CNN Chris Cuomo sebagaimana dilansir Associated Press.
Rodman terlihat menitikkan air mata. Dia yakin, pertemuan penting yang akhirnya terwujud setelah sempat dibatalkan sepihak oleh Trump itu akan melahirkan era baru hubungan AS dan Korut
Seperti saat dia membuat dunia tegang menantikan pertemuannya dengan Jong-un, Trump akan tetap memainkan peran penting. Menurut Rodman, masa depan hubungan dua negara ada di tangan Trump, bukan Jong-un.
”Trump akan tetap menjadi Trump. Semuanya bergantung Donald (Trump) dan bagaimana dia bermain,” kata pria 57 tahun yang mengakhiri karir basketnya pada 2006 tersebut.
Rodman mengaku ditelepon Gedung Putih menjelang pertemuan Trump dan Jong-un kemarin. Jubir Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders menyampaikan apresiasi positif Trump terhadap Rodman yang menyempatkan datang ke Singapura.
”Dia mengatakan kepada saya bahwa Donald Trump bangga terhadap apa yang saya lakukan,” kata Rodman mengutip kata-kata Sanders. Dalam waktu dekat, menurut dia, Trump akan mengundangnya ke Gedung Putih. Sambil berkelakar, Rodman menyebut dirinya layak dinominasikan sebagai penerima Nobel Perdamaian. Atau, setidaknya, nominasi untuk penghargaan yang kelasnya sama dengan Nobel.
Ketika awak media menanyakan alasannya menangis haru saat menyaksikan Trump dan Jongun bersalaman kali pertama, Rodman tidak mau menjawab. Dia hanya tertawa. Pria nyentrik yang beberapa kali mengunjungi Jong-un di Korut itu tidak mau disebut menangis. ”Udaranya sangat panas. Saya hanya berkeringat terlalu banyak. Itu saja. Jangan salah,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Rodman juga menyampaikan kekecewaannya terhadap Barack Obama. Menurut dia, dalam lawatan perdananya ke Korut pada 2013, Jong-un pun telah menyampaikan keinginan untuk berdialog dengan presiden AS. Sayang, pesan yang disampaikan Rodman kepada Obama itu tidak ditanggapi serius. Bahkan, karena pesan itu, Rodman pernah sampai menerima ancaman kematian.
Sebagai satu-satunya warga sipil AS yang pernah bertemu muka langsung dengan Trump dan Jong-un, Rodman mengatakan bahwa karakter dua tokoh dunia itu sangat berbeda. ”Kim (Jongun) itu seperti bocah besar yang selalu ingin bersenang-senang. Tapi, juga punya tanggung jawab untuk melindungi dan menyejahterakan rakyatnya,” ungkap mantan atlet berjuluk The Worm (Si Cacing) tersebut.
Masyarakat dunia pun menyambut baik pertemuan Trump dan Jong-un yang berlangsung mulai pukul 09.00 waktu setempat tersebut. Dari Tokyo, Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe mengaku lega karena akhirnya pertemuan bersejarah itu menghasilkan kesepakatan. Salah satu yang terpenting adalah denuklirisasi Semenanjung Korea.
”Itu adalah langkah besar menuju resolusi komprehensif,” kata Abe sebagaimana dilansir Reuters kemarin. Beberapa hari sebelum pertemuan berlangsung, dia menyempatkan diri ke Gedung Putih dan menitip pesan soal nuklir Korut kepada Trump. Dia berharap AS bisa memastikan Korut melucuti senjata nuklirnya dan benar-benar meninggalkan program senjata nuklir yang menggemparkan dunia itu.
Abe juga berterima kasih kepada Trump. Sebab, presiden yang ulang tahun ke-72-nya dirayakan dalam jamuan makan dengan PM Singapura Lee Hsien Loong pada Senin (meski tiga hari lebih cepat) tersebut juga mengangkat isu penculikan. Tepatnya, penculikan warga Jepang oleh Korut. Diskusi terkait penculikan itu membuat Trump dan Jong-un sepakat menyelesaikan kasus POW/MIA dua negara.
Sebagian besar penduduk dunia akan menganggap semua ini sebagai salah satu bentuk fantasi atau bagian dari film fiksi ilmiah.’’
KIM JONG-UN Pemimpin Tertinggi Korut