Jawa Pos

Jordania Ogah Dibantu ’’Uang Kecil’’

-

AMMAN – Bantuan finansial dari negara-negara Teluk dianggap tak bakal bisa menyelesai­kan krisis di Jordania. Memang, Kuwait, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA) setuju untuk mengucurka­n bantuan USD 2,5 miliar atau setara Rp 34,8 triliun ke Jordania. Bantuan tersebut dianggap sebagai ’’uang kecil’’.

’’Defisit yang dialami Jordania sangat besar. Uang itu tak akan membuat perbedaan,’’ tegas pengacara asal Jordania, BaniMelham.

Jika melihat utang Jordania, bantuan tersebut memang tak ada apa-apanya. Pinjaman negara itu mencapai hampir USD 40 miliar atau Rp 558,09 triliun. Negara tersebut kian tercekik setelah mendapatka­n pinjaman USD 723 juta (Rp 10,08 triliun) dari IMF pada 2016.

Jordania selama ini memang bergantung pada bantuan negaranega­ra asing. Saudi dan negaranega­ra Teluk lainnya berperan cukup besar pada perekonomi­an Jordania. Mereka kembali memberikan bantuan karena ingin meredam amarah penduduk agar tak terjadi pemberonta­kan seperti di negara-negara tetanggany­a.

Ditengarai, alasan lain pemberian bantuan tersebut adalah Jordania dianggap telah berjasa membantu melindungi dan merawat Masjidilaq­sa di Kota Tua Jerusalem. Masjid yang menjadi salah satu tempat suci umat muslim itu berada di wilayah pendudukan Israel, tapi pengelolaa­nnya diatur Jordania. Bantuan tersebut juga bakal membuat Jordania mendukung Saudi dalam berbagai konflik regional. ’’Tidak ada yang gratis,’’ tegas jurnalis Jordania sekaligus aktivis, Laila Kloub.

Saat turun ke jalan akhir pekan lalu, rakyat tak mengingink­an solusi jangka pendek seperti itu. Yang mereka tuntut adalah transparan­si, rencana fiskal jangka panjang, berakhirny­a korupsi, serta perubahan menyeluruh pendekatan pemerintah atas kebijakan sosial dan perekonomi­an. Mereka berharap Jordania tak lagi bergantung ke negara lain.

’’Kami juga ingin para menteri dan anggota parlemen dibayar dengan gaji yang masuk akal. Gaji yang tak berimbas pada uang rakyat,’’ tuturnya sebagaiman­a dilansir Al Jazeera.

Penduduk lainnya yang sempat ikut turun ke jalan, Odai Nofal, mengungkap­kan bahwa Jordania dulu menerima bantuan serupa dari negara-negara Teluk. Sayangnya, pemberian bantuan itu tidak membawa dampak positif jangka panjang. Penduduk terus-menerus dihadapkan pada langkah penghemata­n yang diambil pemerintah. ’’Kami khawatir melihat pola ini terus berlanjut,’’ ujarnya.

Sebagai contoh, sejak awal tahun pemerintah menaikkan harga bahan bakar hingga lima kali lipat. Tarif listrik juga naik hingga 55 persen. Subsidi untuk roti dan beberapa kebutuhan pokok lainnya juga dicabut. Langkah-langkah penghemata­n semacam itulah yang membuat penduduk frustrasi.

Meski begitu, penduduk masih memiliki harapan kepada Omar Al Razzaz, perdana menteri (PM) Jordania yang baru. Mereka merasa Al Razzaz bisa menyuaraka­n nasib mereka. Ketika kali pertama ditunjuk, dia berjanji mencabut usul kenaikan pajak penghasila­n yang diajukan PM sebelumnya.

 ?? AMMAR AWAD/ REUTERS ?? HIDUP YANG SUSAH: Anak-anak bermain di sebuah wahana di Amman, Jordania.
AMMAR AWAD/ REUTERS HIDUP YANG SUSAH: Anak-anak bermain di sebuah wahana di Amman, Jordania.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia