Pertempuran Berlanjut, 26 Nyawa Terenggut
Risiko Mengganggu Pelayaran Internasional
ADEN – Pertempuran di Al Hudaida berlanjut. Jet tempur dan kapal perang milik pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi melancarkan serangan tanpa henti ke kota pelabuhan terbesar Yaman tersebut kemarin (14/6). Sekitar 22 milisi Houthi dan empat serdadu Uni Emirat Arab (UEA) tewas pada hari kedua pertempuran.
’’Orang-orang ketakutan. Kapal-kapal perang itu membuat kami gemetar. Deru mesin jet tempur yang meraung-raung juga membuat kami panik,’’ kata Amina dalam wawancara telepon dengan Reuters kemarin. Gadis 22 tahun itu tinggal tidak jauh dari pelabuhan. Dia menyatakan, sebagian besar penduduk di wilayah tempat tinggalnya berbondongbondong melarikan diri ke kota lain.
Namun, menurut Amina, hanya mereka yang punya uang atau saudara di kota lain yang kabur meninggalkan Hudaida. Sementara itu, mereka yang tidak tahu harus mengungsi ke mana terpaksa bertahan di kota yang tengah digempur dari laut dan udara tersebut. ’’Yang tidak punya uang juga mau tidak mau tetap tinggal di sini,’’ ungkap mahasiswi salah satu kampus di Yaman itu.
Setelah lebih dari tiga tahun membiarkan Houthi berkuasa di Hudaida, koalisi Saudi akhirnya menggempur kota berpenduduk sekitar 600.000 jiwa tersebut. Koalisi berharap serangan berisiko tinggi itu bisa mengakhiri dominasi Houthi di kota yang berbatasan dengan Laut Merah tersebut. Dengan demikian, kendali impor bisa kembali seutuhnya ke tangan pemerintah Yaman.
Laut Merah merupakan jalur utama pelayaran internasional. Melalui jalur itulah komoditas perekonomian didistribusikan dari dan ke Asia, Afrika, serta Eropa via Terusan Suez. Maka, menyerang Hudaida yang berada tepat di tepi Laut Merah adalah aksi yang berisiko tinggi. Sebab, serangan via udara dan laut itu sangat berpotensi mengacaukan jadwal pelayaran internasional.
Selain itu, barang-barang yang menjadi kebutuhan pokok rakyat Yaman masuk melalui Hudaida. Saat ini ada sekitar 22 juta penduduk yang sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan di Yaman. Itu belum termasuk sekitar 8,4 juta jiwa lainnya yang kelaparan dan tidak tahu kapan bantuan pangan akan tiba. PBB meramalkan jumlah warga yang kelaparan itu mencapai 10 juta pada akhir tahun.
Karena itu, meski pertempuran sengit berlangsung, PBB tetap menjalankan misi kemanusiaannya. ’’Kami tetap mendistribusikan bantuan untuk warga. Kami tidak akan meninggalkan Hudaida,’’ kata Lise Grande, koordinator Badan Kemanusiaan PBB untuk Yaman, sebagaimana dilansir Associated Press kemarin. Demi mendukung misi PBB itu, negara-negara Arab memastikan aktivitas pelabuhan tidak terganggu.