Jawa Pos

Pilih PKL karena Sama-Sama Pengusaha

Irmadita Citrashant­y, Dokter Sekaligus Pengusaha

-

Di tengah ketekunan menempuh pendidikan sebagai dokter, tak tebersit keinginan menjadi entreprene­ur di benak Irmadita Citrashant­y. Namun, seiring berjalanny­a waktu, aktivitas sebagai dokter dan pengusaha saling melengkapi dalam kehidupann­ya.

PUJI TYASARI

PADA 2008, Irma –sapaan Irmadita Citrashant­y– mencoba peruntunga­n di dunia bisnis. Bersama rekanrekan­nya di Fakultas Kedokteran Universita­s Airlangga, Irma membuka usaha distro. Di saat yang sama, dia sibuk menempuh pendidikan spesialis. Spesialis kulit dan kelamin yang dia pilih.

Ternyata, usaha yang dia rintis tidak sebagus yang diprediksi. Gerai di Jalan Slamet terpaksa tutup.

Haluan pun diubah. Apalagi, tempat usaha telanjur disewa. Saat melihat pedagang kaki lima (PKL) mi pitik di kawasan SMA kompleks, kawasan Wijaya Kusuma, pikirannya pun tergerak. Mi pitik tersebut cukup laris. Pedagang mi pitik itu lantas dirangkul dan diajak untuk berjualan di lokasi bekas distro.

Pendekatan pun dilakukan kepada pedagang lain. Di antaranya, pedagang gado-gado dan es campur yang legendaris di kawasan Jalan Pacar. Akhirnya, pedagang mi pitik berhasil pindah ke lokasi bekas distro. Adapun penjual gado-gado dan es campur bersedia membuka cabang. Bekas distro itu kini dikenal sebagai Aiola Eatery. ”Kami sistemnya bagi hasil, bukan sewa,” ujarnya.

Bisnis tersebut ternyata berjalan dengan baik. Semula hanya 3–4 PKL yang ikut serta, kini ada 14 PKL. Pedagang yang diajak bergabung tidak sembaranga­n. Mereka, menurut Irma, harus memiliki keunggulan tersendiri

J

Sebisanya dipilih yang ikonik alias ngetop dari segi makanan.

Alih-alih membuka resto atau kafe, Irma justru merangkul PKL. Alasannya sederhana. Dia ingin level PKL bisa lebih baik. Bukan lagi di jalanan. Di sisi lain, merangkul PKL juga lebih praktis. Sebab, jika membuka resto, dia harus mencari chef dan memiliki dapur sendiri. ”Effort-nya jadi lebih besar. Padahal, kami ingin simpel, segera buka usaha sendiri,” jelas perempuan kelahiran 6 September 1983 itu.

Irma menjalanka­n usaha tersebut bersama teman-temannya. Yakni, Joe, Gubi, Brahma, dan Arif. Irma dipilih sebagai direktur. Usahanya berkembang. Hingga kini, sudah ada dua cabang di Sidoarjo dan Surabaya Barat.

Usut punya usut, Irma ternyata hanya modal nekat untuk membuka usaha. Pada 2008, dia berencana melanjutka­n studi ke jenjang spesialis. Saat itu dia melihat banyak temannya di FK yang sudah bekerja. Sedangkan dia masih harus menempuh studi spesialis.

Kondisi itu melecut Irma untuk membuka usaha. ”Jadi, tidak ada mindset sama sekali. Pas ada duit, diajakin sama teman-teman nonFK, akhirnya join, baru belajar,” katanya. Kala itu Irma bukan bagian dari manajemen usaha. Dia hanya mendapat laporan dan memberikan masukan.

Begitu lulus pada 2013 sebagai dokter spesialis kulit dan kelamin, Irma terpilih sebagai direktur utama dalam pengelolaa­n PKL. Dia satu-satunya perempuan dalam tim. ”Sejak 2013 sampai sekarang, posisi nggak gantiganti. Tapi, disyukuri saja, benar- benar belajar,” tuturnya.

Dia bersyukur karena tenant PKL yang bergabung sudah seperti keluarga. Masukan pun diberikan kepada PKL agar mereka bisa mengembang­kan diri. Irma juga sering diundang ke berbagai seminar usaha. Sebab, dia berhasil membuka PKL food court nonmal pertama di Surabaya. ”PKL, karena mereka bukan pengusaha, tetapi pedagang,” jelasnya.

Kiprahnya sebagai dokter tetap berjalan. Kini dia berpraktik di sebuah klinik kecantikan di kawasan Dharmahusa­da. Menurut dia, menjadi dokter dan pengusaha bisa berjalan beriringan. Menjadi dokter ibarat mengasah jiwa sosialnya. Bisa mengobati pasien. Tidak dijadikan sumber penghasila­n utama. ”Penghasila­n dari bisnis saja,” ujar perempuan yang juga mengajar di RSUD dr Soetomo sejak 2013 tersebut. Terkait dengan hal itu, Irma memang suka mengajar. ”Mungkin sudah

passion-nya, seneng aja, bisa

sharing, memberi sesuatu yang tidak terputus,” terangnya.

Kelak Irma ingin mendirikan yayasan sendiri. Terutama untuk amal atau kegiatan sosial lain. Salah satu yang sudah terbayang adalah layanan menghapus tato bagi masyarakat yang mau hijrah. ”Tapi, ini masih mimpi,” ucap dia.

Dia juga mengajak generasi muda lain untuk berani bermimpi. Menurut dia, generasi muda harus punya mimpi dan tujuan hidup yang mulia. Sebab, berpikir dan berbuat positif akan diikuti berbagai hal yang baik-baik juga. ”Alam juga akan membantu,” ujar perempuan penghobi traveling itu.

 ?? PUJI TYASARI/JAWA POS ?? MULTIPROFE­SI: Irmadita Citrashant­y bisa menjalanka­n perannya sebagai dokter, pengusaha, dan dosen sekaligus.
PUJI TYASARI/JAWA POS MULTIPROFE­SI: Irmadita Citrashant­y bisa menjalanka­n perannya sebagai dokter, pengusaha, dan dosen sekaligus.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia