Jual Produk Olahan Daun Katuk
KAMPUNG ASI rupanya tidak hanya membantu meningkatkan cakupan ASI eksklusif. Di beberapa tempat, pengembangan kampung tersebut juga membuat warga lebih kreatif dan inovatif.
Di Kampung ASI Cahaya Hati, misalnya. Keberadaannya di wilayah Kelurahan Sidosermo telah menghasilkan kebun-kebun daun katuk yang dimanfaatkan warga. ’’Kebun ini memang kami sediakan untuk para ibu menyusui. Tetapi, banyak warga lain juga yang memanfaatkannya,” tutur Ketua Kampung ASI Kurnia Purbatin.
Setelah dipanen, daun katuk diolah. Olahannya kian beragam. Salah satunya, puding. ’’Kalau diolah menjadi sayur bening, pasti nanti bosan. Padahal, daun katuk ini bagus untuk memperlancar ASI,” tambahnya
Tidak hanya bermanfaat bagi ibu menyusui, berbagai olahan itu juga menjadi alternatif makanan bagi anak-anak di kelurahan tersebut.
Keberhasilan pengembangan taman daun katuk di Sidosermo mulai dilirik kampung ASI lain. Apalagi, kampung ASI yang masuk dalam wilayah kerja Puskesmas Sidosermo itu merupakan salah satu yang diminta Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya untuk getok tular ilmu ke daerah lain yang ingin membentuk kampung ASI. ’’Kemarin sudah ada yang kontak, katanya mau ke sini minta bibit,” ucap Kurnia.
Kampung ASI di Kelurahan Dupak, Kecamatan Krembangan, juga maju. Diresmikan pada 22 Juli, kampung ASI tersebut tak bisa dipandang sebelah mata. Kampung ASI itu terletak di Jalan Dupak Bandarejo No 19, RW 3, Kelurahan Dupak. RW tersebut berhasil mengembangkan tanaman katuk dan herbal lainnya untuk memperlancar ASI. ”Setiap ibu hamil akan diberi satu katuk untuk ditanam. Sedangkan ibu menyusui diberi sebuah olahan katuk yang sudah siap dikonsumsi,” jelas Beni Aria, ketua kader kampung ASI.
Olahan katuk tersebut, antara lain, brownies, cookies, puding, susu kedelai katuk (sulaika), dan keripik. ’’Jadi, daun katuk ini tidak lagi hanya membantu melancarkan ASI bagi ibu menyusui. Tetapi, produk olahannya juga menjadi ikon unggulan,” ucap Nur Haida, petugas gizi Puskesmas Dupak. ’’Produk ini juga solusi bagi ibu hamil yang tidak ingin mengonsumsi obat-obatan pelancar ASI,’’ lanjutnya.
Penjualan juga dilakukan secara online. ’’Penjualan dari luar desa memang mereka lakukan lewat media sosial Facebook. Dalam sebulan, minimal ada 20 pemesanan. ”Itu yang dari luar desa saja, belum tetangga-tetangga sendiri,” sambungnya. Harganya mulai Rp 5 ribu sampai Rp 15 ribu. ’’Hasil penjualan juga digunakan untuk modal tambahan pendampingan ibu hamil dan menyusui,’’ lanjutnya.