GAYA GRAFIS SEBAGAI FAKTOR X
oleh: Radix W.P. (LINE ID: ray-jp)
SEBUAH game dimainkan dalam waktu lama jika sistem permainannya seru, seimbang, inovatif, dan sebagainya. Tapi, gaya grafis tak dapat dimungkiri pegang peranan penting. Yang dimaksud di sini bukan sekadar tampilan grafis yang ditopang teknologi tinggi, melainkan gaya grafis dari ilustratornya. Ketika tangan mengoperasikan kendali
game, mata pemain selalu menatap layar.
Gaya grafis yang memikat akan membuat pemain betah berlama-lama. Karena itulah, Akira Toriyama –mangaka Dragon Ball– ikut menggarap serial Dragon Quest selama puluhan tahun. Atau Yoji Shinkawa yang selalu direkrut dalam tiap seri Metal Gear Solid.
Goresan Lee Myung-jin jadi salah satu daya tarik utama Ragnarok Online. Saat sekuel game itu dibuat dua kali, Ragnarok
Online 2 dan Ragnarok Online II, keduanya berumur pendek. Salah satu sebab kegagalan tersebut adalah gaya grafis Lee Myung-jin lenyap ditelan perubahan grafisnya. Sementara itu, Ragnarok Online seri pertama yang teknologi grafisnya sangat sederhana malah eksis hingga sekarang.
Gaya grafis Lee Myung-Jin memang memikat sejak manhwa Ragnarok diterbitkan belasan tahun silam. Para karakter macam Chaos, Loki, dan Iris
masih melekat di benak para pembacanya. Banyak yang setia menunggu kelanjutan
manhwa tersebut. Padahal, kualitas ceritanya sebenarnya tak istimewa.
Ketika muncul di webtoon beberapa saat silam, manhwa Soul Ark langsung menarik perhatian banyak orang. Nuansa dan aksinya serupa dengan game populer seperti Subarashiki Kono Sekai (The World Ends
with You) dan serial Persona. Tapi, kali ini latarnya adalah kota serupa Seoul dengan deretan karakter karya Lee Myung-jin.
Sempat ada kekhawatiran bahwa gaya grafis Lee Myung-jin kembali hilang saat
Soul Ark dijadikan game. Untungnya, Bluestone Soft punya graphic engine yang memungkinkan tampilan ala manhwa. Jadi, sekarang tinggal bagaimana sistem permainan dirancang dan dikelola agar Soul Ark yang sudah mengusung potensi besar ini mampu merebut singgasana Seven Knights. (*)