Jawa Pos

Indonesia dan Piala Dunia

-

SAAT ini miliaran mata tertuju ke Rusia. Apa lagi jika bukan melihat para pesepak bola top berlaga di ajang sepak bola tertinggi di planet ini: Piala Dunia. Itu sekaligus menjadi cambuk bagi Indonesia, yang tiap empat tahun gelaran tersebut dihelat selalu saja tetap menjadi penonton setia.

Tiap empat tahun (juga empat tahunan Piala Eropa), para pencinta sepak bola Indonesia, baik pengurus, pemilik, pemain, maupun organisasi sepak bola, seolah selalu diberi cermin. Kurang apa Indonesia untuk bisa berlaga di sana? Pendukung yang fanatik, pengusaha gila bola, banyaknya klub yang berakar di masyarakat­nya, dan jumlah penduduk. Namun, menemukan sebelas orang yang tepat untuk berlaga di lapangan hijau itu sulit bukan main.

Jangan buru-buru ke Piala Dunia. Untuk menjadi nomor satu di kawasan Asia Tenggara saja, kita sudah kewalahan. Vietnam, Malaysia, dan Thailand yang tradisi sepak bolanya lebih muda kini bahkan bisa menyalip kita. Melawan Kamboja saja, kita mungkin sudah terengah-engah untuk menang.

Ada sebuah anekdot lucu di internet mengenai Islandia. Negara yang nama para pemainnya berakhiran ”Son” semua itu hanya memiliki 320-an ribu warga. Secara lucu, para netizen mengurangi jumlah pendudukny­a dengan perempuan, anak-anak di bawah umur, para lansia, dan para pekerja yang tidak suka sepak bola di sana. Maka, sebenarnya hanya tersisa 23 orang di Islandia yang memenuhi syarat sebagai pemain sepak bola.

Dan, toh mereka kini dipandang sebagai salah satu kuda hitam mematikan di kancah Piala Dunia. Inggris sudah merasakan perlawanan Islandia di Piala Eropa dua tahun lalu. Juga, barusan saja Lionel Messi dan kawan-kawan merasakan alotnya semangat Viking para pemain Islandia dan hanya bisa bermain seri.

Ya, ya, ya, memang tidak bisa membanding­kan Indonesia dengan Islandia secara apple-toapple.

Meski sempat berambisi mencalonka­n diri sebagai tuan rumah Piala Dunia, tentu saja jalan Indonesia untuk masuk deretan negara elite sepak bola masih jauh. Masih banyak berkutat dengan kekisruhan di internal sepak bola sendiri.

Untuk saat ini, publik Indonesia harus puas dengan menjadi penonton dan memimpikan punya timnas yang didukung dalam gelaran Piala Dunia. Sementara hal itu sudah menjadi cukup. Setidaknya mengurangi bising perdebatan politik yang tak henti-henti antara pendukung ganti dan tetap presiden. (*)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia