Warga Ingin Angkutan Umum dari Timur-Barat
Survei Dulu agar Jalur Tak Sepi
SURABAYA – Di jalur utara dan selatan, angkutan umum mudah didapatkan. Bahkan, warga bisa memilih berbagai macam moda. Selain angkot, ada bus DAMRI, bus mini, hingga Suroboyo Bus. Kondisinya berbeda dengan Surabaya Barat dan Timur. Tidak banyak pilihan angkutan umum untuk warga.
Salah satu yang mengeluhkannya adalah Hadi Santoso, 65. Dia masih ingat kali terakhir naik kendaraan umum di Surabaya. Yakni, sekitar 1970 saat dirinya masih bersekolah di SMAN 4. ”Kalau dulu saya sekolah masih suka naik bemo, yang rodanya tiga itu lho,” tutur kakek dengan satu cucu itu. Sejak lulus sekolah, Hadi tidak pernah lagi naik kendaraan umum dalam kota.
Alasan pertama, dia sempat pindah sebentar ke luar kota. Tepatnya ke Banyuwangi. Dia kembali lagi ke Surabaya pada 1975 dan tinggal di wilayah Mulyorejo. Saat itu, dia sudah punya sepeda motor. Tak pernah lagi naik angkutan umum. Apalagi, setelah punya mobil pada 1995, Hadi nyaris tidak pernah duduk di bangku angkutan umum dalam kota lagi.
Alasan kedua, daerah rumahnya jarang dilewati angkutan umum. Meskipun ada, Hadi tetap memilih kendaraan pribadi. Lebih praktis jika mau bepergian ke lebih dari satu tempat. Biasanya, Hadi dan keluarganya sering bepergian ke tengah kota, bahkan sampai di salah satu mal di Surabaya Barat, tempat anaknya bekerja. ”Saya naik kendaraan umum kalau ke luar kota saja. Karena capek kalau nyetir sendiri,” jelasnya.
Hadi kemudian menunjukkan satu titik di tepi Jalan Raya Mulyorejo, tepat di pinggir Kali Jagir. Ada beberapa angkot terparkir di sana. Hadi menjelaskan, sebenarnya tempat itu adalah pusat mangkalnya angkot di Mulyorejo. Saat ini sudah
sepi, nyaris tidak ada aktivitas naik-turun penumpang.
Sebagian besar penduduk di wilayah Surabaya Timur itu sudah memiliki kendaraan pribadi sendiri. Mereka jarang memanfaatkan angkutan umum yang lewat. Padahal, selain T2, ada angkot lain yang melintas di sana. Lin S serta R1 dan R2. Tak heran, angkot-angkot yang lewat tampak sepi, bahkan kosong.
Kebetulan, salah satu angkot yang melintas kemarin, lin S, hanya terisi dua penumpang. Itu pun harus menunggu sampai satu jam hingga lin yang lain lewat. ”Saya pernah disambati sopir bemo. Memang sepi, katanya,” lanjut mantan guru SMAN 3 itu.
Sepinya penumpang di Surabaya Timur, tampaknya, merupakan efek domino dari kurangnya angkutan umum memadai di sana. Memang ada lin yang lewat. Namun, warga sering mengeluhkan waktu tempuh lin yang cukup lama. Sering ngetem. Dan, yang ingin bepergian cukup jauh harus berganti angkot atau moda transportasi, bahkan bisa lebih dari satu kali.
Hal serupa dialami warga di Surabaya Barat. Moda transportasi umum yang melintas di sana hanya angkot atau lin. Ruas jalan menuju Benowo selepas Sukomanunggal masih sempit, belum ditambah dengan jalan baru dari box culvert. Cukup sulit jika ingin mengoperasikan bus berukuran besar di sana. Beberapa lin yang melintas di jalan tersebut, antara lain, lin DP, BJ, DKB, dan Z.
Nadiah Azzahrah, 24, dulunya merupakan salah seorang warga yang sering memanfaatkan moda lin untuk bepergian. Namun, sejak bekerja, warga Balongsari itu lebih sering menggunakan ojek. Menurut dia, lin yang lewat di sekitar rumahnya sudah cukup banyak. Dia bisa bebas memilih mau naik dengan rute mana. ”Tapi, sejak terakhir naik itu, sudah sulit banget dapatnya (lin), apalagi kalau habis magrib,” jelasnya.
Dia berharap Surabaya Barat punya moda transportasi seperi Suroboyo Bus. Nadiah mengaku senang ketika mengetahui Surabaya punya moda transportasi bus yang modern dengan fasilitas memadai itu. ”Tapi, karena rutenya jauh dari rumah, jadi belum pernah nyoba,” lanjutnya.
Di sisi lain, warga berharap pemkot benar-benar melakukan kajian terhadap kondisi lalu lintas di Surabaya Barat dan Timur. Hadi mengungkapkan, cukup banyak jalan yang statusnya milik Pemkot Surabaya. Ukurannya tidak terlalu lebar. Tanpa bus pun, lalu lintasnya sering macet. ”Ya tidak apa-apa kalau mau ada bus, tapi sebaiknya survei dulu. Dari jumlah penumpangnya juga seperti sekarang sedikit sekali,” ucapnya.
Sudah sulit banget dapatnya (lin), apalagi kalau habis magrib.” NADIAH AZZAHRAH Warga Balongsari