Menunya Krengsengan dan Strudel Apel
Berlebaran Bersama Keluarga Ekspatriat
Pasangan ini menunjukkan bahwa cinta bisa menyatukan perbedaan. Perbedaan kebudayaan, suku bangsa, dan agama disatukan oleh cinta.
TIDAK seperti suasana di luar rumah yang sepi, bagian dalam rumah Ninik Soeprijani di kawasan Grand Eastwood, CitraLand, begitu ramai pada perayaan Lebaran Jumat (15/6). Satu per satu saudara Ninik berdatangan. Setelah berjabat tangan dan saling memaafkan, mereka berkumpul di ruang tengah. Bercakap-cakap. Suasana begitu hangat dan ramai. Ada senda gurau hingga anak kecil yang ribut bermain.
Maklum, perempuan 49 tahun tersebut memang memiliki keluarga ’’besar’’. Ninik merupakan anak ke-11 dari 12 bersaudara. Salah satu kakaknya tinggal di Jerman. Sisanya, termasuk Ninik, kini tinggal di Indonesia.
Selama empat kali Lebaran berturutturut, perempuan kelahiran Dupak, Surabaya, tersebut merayakan Lebaran di Indonesia. Sebelumnya, sejak 1999, Ninik menghabiskan waktu Lebaran di Eropa. Linz, Austria, tempat suaminya berasal, menjadi lokasi yang paling sering untuk merayakan Lebaran.
Ninik menyatakan sangat bahagia bisa berlebaran di Indonesia empat kali beruntun. Sebelumnya, dia merayakannya bersama perkumpulan WNI di Austria. Rasanya seperti mati kutu. ’’Lebih enak di sini, merayakan bareng keluarga,’’ ungkap alumnus Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS) tersebut.
Dia menuturkan, yang membuat Lebaran sangat berharga dan istimewa adalah waktu berkumpul bersama keluarga. Tidak ada duka. Yang ada hanya kebahagiaan. ’’Jarang-jarang juga bisa kumpul bareng dengan seluruh anggota keluarga,’’ lanjutnya.
Siang itu, Ninik memasak krengsengan dan strudel. ’’Dicoba ya, ini saya ngebuatnya sambil olahraga karena membuat kulit strudel yang nggaring itu harus digiling manual,’’ tuturnya sembari melirik kepal tangannya. Dia juga mempersilakan saudaranya untuk segera makan.
Seisi ruangan langsung menyambar hidangan yang disediakan di meja makan. Selain krengsengan dan strudel apel, ada sayur-mayur dan martabak. Semua makanan yang disajikan merupakan kesukaan Gerhard Lacher, 60, suami Ninik. Gerhard menyukainya karena makanan Indonesia memiliki rasa yang kuat di lidah. ’’Spicy and tasty,’’ tuturnya sembari melahap krengsengan.
Ninik dan Gerhard bertemu di pengujung 1997. Saat itu keduanya bekerja di salah satu pabrik kertas di Sidoarjo. Gerhard menjabat konsultan dan tim ahli. Adapun Ninik merupakan staf. Setahun setelah saling kenal, keduanya merajut cinta dan pernikahan menyatukan keduanya.
Beberapa tahun belakangan Gerhard bertugas di sejumlah daerah di Sulawesi. Karena itu, dia akan tinggal di Indonesia cukup lama.
Nanik merupakan muslim yang taat. Begitu pula dengan Gerhard sebagai pemeluk Kristen yang patuh pada ajarannya. Meski berbeda pandangan religi, mereka hidup saling menghormati. Bingkai cinta yang kuat mempersatukan perbedaan di antara keduanya.
Pada saat Lebaran Jumat (15/6), misalnya. Gerhard mengikuti seluruh tradisi yang biasa dijalani Ninik. Setelah salat Id, dia mengantar sang istri ke pemakaman untuk mendoakan leluhur. Setelah itu, mereka kembali ke rumah untuk berkumpul bersama keluarga. ’’Kami berdoa dengan cara sendiri-sendiri,’’ kata Ninik.
Gerhard sendiri bahagia ketika menemani sang istri mengikuti rangkaian perayaan Lebaran. Bagi dia, hal itu tidak jauh berbeda dengan yang dialami di negara asal.