Pilkada Sepekan Lagi
LEBARAN sudah selesai. Saatnya fokus kembali ke pemilihan kepala daerah (pilkada) yang berlangsung pada 27 Juni 2018 atau seminggu lagi. Gebyarnya memang kurang terasa.
Selain terlindas World Cup 2018 di Rusia, hal itu disebabkan minimnya sosialisasi pasangan calon dan KPU kepada masyarakat. Pilkada 2018 tak terasa gaungnya, kecuali di kalangan tim sukses pasangan calon sendiri.
Harus diakui, larangan beriklan di media massa membuat pilkada tahun ini garing. Belum ada kekuatan yang bisa menyaingi media massa dalam melakukan sosialisasi. Tujuan larangan iklan di media massa adalah meminimalkan biaya kampanye.
Tapi, coba bandingkan dengan biaya yang harus ditanggung pasangan calon bersama pasangannya untuk bertemu langsung dengan masyarakat. Jauh lebih mahal ketika harus menambah cakupan wilayah dan frekuensi pasangan calon berinteraksi langsung.
Media massa mampu masuk ke ruang-ruang privat masyarakat secara luas. Jumlah masyarakat yang dijangkau jauh lebih besar daripada harus
door-to-door. Kalau dihitung-hitung, akan jauh lebih efisien menggunakan media massa.
Memang tetap ada iklan pilkada yang dipasang KPU. Tapi, frekuensinya kecil, cakupan medianya terbatas, dan bentuk iklannya juga terlalu formal. Lengkap sudah kegaringan pilkada tahun ini. Tak boleh pasang atribut, tak boleh pasang iklan, kalah pamor oleh Lebaran dan Syawalan, serta kalah menarik dengan Piala Dunia.
Minggu-minggu ini akan ada debat pilkada putaran terakhir. Jam tayangnya bersaing dengan siaran langsung Piala Dunia. Tak usah disurvei, semua tahu Piala Dunia lebih layak ditonton. Debat pilkada yang ada selama ini sudah membosankan.
Belum lagi, para pendukungnya sering susah diatur sang presenter. Juga, ada pasangan calon yang cara berdebatnya tidak simpatik. Mending nonton aksi Cristiano Ronaldo di Piala Dunia.
Masih ada waktu sepekan bagi KPU, Bawaslu, dan pasangan calon untuk memaksimalkan diri. Semoga saja pilkada 2018 menghasilkan pemimpin yang terbaik.
Tak perlu ada gesekan antar pendukung pasangan calon. Itu hanya akan membuat masyarakat semakin muak. Setelah pilkada 2018, perlu dipikirkan lagi untuk merevisi aturan-aturan yang membuat pilkada tidak bergaung alias garing. (*)