Pemkot Langgar Hak Asasi Manusia
Apa dasar pemkot melarang? Harus ada dasar hukumnya.” A. ZAKARIA Anggota Komisi B DPRD Surabaya
SURABAYA – Pengusiran atlet hoki Jatim di Lapangan Hoki Dharmawangsa memunculkan reaksi dari dewan. Mereka menganggap larangan pemakaian lapangan milik pemkot itu tidak berdasar karena aturan mengenai penggunaan belum ada. ”Apa dasar pemkot melarang? Harus ada dasar hukumnya,” ujar anggota Komisi B DPRD Surabaya Achmad Zakaria kemarin (23/6).
Penggunaan lapangan itu sebelumnya diatur melalui revisi Perda Nomor 2 Tahun 2013 tentang Retribusi Kekayaan Daerah. Setelah dua tahun lapangan hoki itu dibangun, perda tersebut semestinya direvisi. Namun, hal itu tidak kunjung dilakukan.
Tanpa aturan yang jelas, masyarakat dari kota mana pun seharusnya bisa menggunakan fasilitas olahraga itu secara gratis. Kenyataannya, lapangan hoki yang dibangun dengan anggaran Rp 21 miliar tersebut lebih sering menganggur karena dispora hanya mengizinkan lapangan itu digunakan warga Surabaya.
Gara-gara hal tersebut, Federasi Hoki Indonesia (FHI) Jatim mengeluarkan rekomendasi terbatas pada pergelaran Piala Wali Kota Surabaya
Yang boleh ikut ajang itu hanya klub dari Surabaya. Klub dari kota lain bakal terkena sanksi jika ikut acara tersebut.
Zakaria miris melihat konflik yang terjadi itu. Melarang atlet Jatim berlatih di lapangan milik pemkot sama dengan melarang warga Sidoarjo naik Suroboyo Bus atau tidak memperbolehkan warga Gresik parkir di Park and Ride Mayjen Sungkono. Kebijakan itu dianggap sebagai diskriminasi KTP. ”Pemerintah daerah tidak boleh mengavling fasilitas publiknya begitu,” jelas politikus PKS tersebut.
Dia menawarkan solusi agar pemkot membuat perwakilan wali kota (perwali). Sebab, pembuatan perda bakal memakan waktu panjang. Apalagi, pembahasan perda itu belum ada sama sekali hingga kini. Dalam perwali tersebut, pemkot bisa mengatur proses perizinan pemakaian lapangan. Isinya meliputi jam operasional lapangan, kepada siapa perizinan sewa diurus, dan bagaimana prosesnya. ”Selama belum ada perdanya, tidak boleh memungut retribusi. Tapi, perwali ini penting untuk menyudahi polemik yang ada,” jelasnya.
Ketua FHI Jatim Michael Donnie Gunawan menegaskan tidak akan mencabut rekomendasi yang dirinya buat Jumat lalu (22/6). Dengan begitu, kompetisi hoki di Surabaya sudah pasti tidak akan diikuti klub dari daerah lain. Menurut dia, hal itu dilakukan karena pemkot mendiskriminasi atlet dari daerah lain. ”Itu yang saya komplain. Tapi, akhirnya lapangan digembok sama Edi (Kabid Sarpras Dispora Surabaya, Red),” ujarnya.
Donnie menganggap pemkot telah melanggar Piagam Olimpiade atau Olympic Charter. Dalam salah satu poinnya disebutkan bahwa berlatih olahraga adalah hak asasi manusia. Hak dan kebebasan berolahraga harus dijamin tanpa diskriminasi atas dasar apa pun seperti jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, agama, politik, asal kebangsaan atau sosial, properti, kelahiran, atau status lainnya.
Kepala Dispora Surabaya Afghani Wardana belum bisa dikonfirmasi terkait masalah itu. Pesan singkat yang dikirim Jawa Pos tidak dibalas, berkali-kali ditelepon juga tidak diangkat.