Toko Mebel Bangkrut, Sukses di Waralaba
Khumayah Bangkit Lagi setelah Dapat Ganti Rugi
Khumayah sempat jatuh di jurang kegagalan. Bisnis mebelnya yang dibangun bertahun-tahun gulung tikar. Sebab, lumpur panas merendam tokonya. Namun, perempuan 59 tahun itu bangkit kembali. Kini dia sukses menjalankan bisnis waralaba.
ARISKI PRASETYO HADI
WAJAH Khumayah berubah serius ketika diminta menceritakan kisahnya saat lumpur menghancurkan usahanya. Pada 2003, dia dan suaminya, Rustamaji, merintis usaha mebel. Membangun sebuah toko di depan rumahnya di Jalan Raya Ketapang, Tanggulangin.
Toko itu merupakan pemberian sang suami. Rustamaji ingin istrinya ikut membantu menambah penghasilan keluarga. ’’Waktu itu bapak bekerja sebagai kontraktor. Saya diminta membantu bekerja,’’ ujarnya.
Agar harganya murah, Khumayah membeli mebel bekas, tetapi kondisinya masih baik. Dia membelinya dari sebuah hotel di Bali yang ingin mengganti semua furniturnya. Usaha itu pun laris manis. Ibu tiga anak tersebut mengatakan, pembelinya berasal dari Ketapang. Terutama penghuni Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (TAS) II. Lantaran letak toko yang sangat strategis, banyak pengendara dari Pasuruan yang menuju ke Sidoarjo mampir untuk melihat-lihat mebel. ’’Tidak sampai seminggu, barang habis. Saya untung lumayan saat itu,’’ jelasnya.
Pada 2004 hingga awal 2006 merupakan kejayaan Ketapang Indah, nama toko Khumayah. Barang dagangannya selalu laku terjual. Dia pun kewalahan memenuhi permintaan pelanggan. ’’Ada juga pembeli dari Kalimantan dan Sulawesi,’’ katanya.
Kemudian, lumpur panas Lapindo menyembur. Tepatnya pada 29 Mei 2006. Titik awal semburan berada di Desa Renokenongo, Porong. Ketika awal semburan dia baru beranjak pulang dari pasar. Mendung menggantung. Ketika melintas di jalan, suara ledakan keras terdengar. ’’Darr kayak bom,’’ ucapnya.
Dia beranggapan suara itu hanya aktivitas pengeboran. Perempuan yang memiliki kebiasaan senam tiap pagi tersebut melanjutkan perjalanannya. Sesampai di rumah, dia mendengar kabar yang mengagetkan. ’’Ada lumpur menyembur,’’ paparnya.
Lumpur itu mulanya tidak berdampak ke Khumayah. Namun, semburan bertambah besar. Desa Renokenongo pun terendam. Hasilnya, bisnis mebel Khumayah terdampak. Dia mengatakan, penghasilannya menurun pada 2007. Tiap bulan hanya menerima Rp 10 juta. Berkurang 50 persen dari sebelumnya. ’’Pelanggan enggan lewat di Jalan Raya Ketapang. Toko menjadi sepi,’’ ungkapnya.
Puncaknya pada 2008. Ketika itu tanggul penampung lumpur jebol. Lumpur bercampur air menggenangi jalan. Hingga merendam toko miliknya. ’’Barang saya hancur,’’ ucapnya. Setelah itu, Toko Ketapang Indah berangsurangsur merugi. Meski berupaya bertahan, tidak ada pembeli. Namun, pertahanannya jebol. Setelah barang habis terjual pada 2012, dia memutuskan menutup toko tersebut.
Dia menerima ganti rugi dari dana talangan pemerintah. Khumayah enggan menyebutkan jumlahnya. Namun, dana itu digunakan untuk dua kebutuhan. Menyekolahkan tiga anaknya dan kebutuhan keluarga. ’’Karena bapak sudah meninggal,’’ jelasnya.
Jatuh bangun dialami Khumayah. Uang itu digunakan untuk membangun usaha. Awalnya dia membangun koskosan. Namun, dia tidak menuai untung. Dia lantas disarankan untuk berinvestasi dengan membangun waralaba. Awalnya, satu toko dibangun di Perumahan Kahuripan Nirwana Village (KNV). Pemasukan terus bertambah. Kini dia sudah memiliki lima toko waralaba.
Perjalanan hidup Khumayah membuktikan bahwa usaha keras selalu membuahkan hasil. Di sela-sela percakapan, dia mengatakan bahwa saat ini hidupnyasudahberkecukupan.’Inibuah kerja keras dan doa,’ jelasnya.