Masif, Manipulasi Suara di Makassar
Bawaslu Terus Monitor Pilwali
MAKASSAR – Fakta demi fakta dugaan manipulasi suara dalam pemilihan wali kota (pilwali) Makassar mulai terungkap. Dugaan manipulasi suara itu terjadi secara masif di beberapa wilayah, salah satunya di Kecamatan Tamalate.
Itu adalah kecamatan yang panitia pemilih kecamatan (PPK)-nya melarang jurnalis saat hendak meliput rekapitulasi pemungutan suara Jumat lalu (29/6)
Dugaan manipulasi itu diungkap beberapa ketua kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS). Irham, ketua KPPS di TPS 6 Keluarahan Bontoduri, Kecamatan Tamalate, mengatakan bahwa hasil pemungutan suara di TPS-nya termasuk salah satu yang dimanipulasi. ”Kami tegaskan, kami punya datanya,” ujarnya saat bertemu awak media di Makassar kemarin (30/6).
Irham menyatakan, berdasar hasil penghitungan suara data C1 di TPS-nya, pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Makassar nomor urut 1 Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) memperoleh 94 suara. Sedangkan suara kotak kosong sebanyak 138.
Namun, setelah dicek pada data yang ditampilkan di website Komisi Pemilihan Umum (KPU), angkanya berubah drastis. ”Nomor urut 1 menjadi 238 suara, kolom kosong hanya 1 suara, dan 7 suara batal,” jelasnya sambil memperlihatkan fotokopi data dan dokumentasi data di website KPU sebagai pembanding.
Kasus serupa diungkap Faisal Sitaba, ketua KPPS TPS 013 Bontoduri. Menurut dia, berdasar data C1, pasangan Appi-Cicu memperoleh 105 suara, sedangkan kotak kosong unggul dengan perolehan 197 suara. ”Tapi, saat saya buka website resmi KPU, kolom kosong berubah menjadi 1 suara, sedangkan pasangan nomor urut 1 menjadi 295 suara. Ada apa ini?” katanya.
Senada dengan dua rekannya, Ketua KPPS TPS 012 Bontoduri Muh. Nur mengungkapkan, berdasar hasil C1, pasangan AppiCicu memperoleh 120 suara, sedangkan kotak kosong 155 suara. ”Tapi, di website KPU, perolehan kolom kosong menjadi 0 dan pasangan nomor urut 1 melonjak menjadi 285 suara.”
Menanggapi temuan-temuan itu, relawan kotak kosong Asrul menuntut pihak berwajib agar mengusut tuntas oknum-oknum yang diduga terlibat. Dia meminta, jangan sampai nanti malah ketua KPPS yang dituduh memanipu- lasi hasil pemungutan suara. ”Sebab, KPPS sudah menyerahkan data yang benar,” ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, pakar politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Jayadi Nas mengatakan, temuan fakta-fakta dugaan manipulasi suara itu menunjukkan bahwa masyarakat kian sadar untuk mengawal suara aspirasi mereka. ”Ini bagus untuk demokrasi,” katanya.
Apalagi, lanjut dia, di zaman teknologi saat ini, hampir semua orang memiliki handphone dengan kamera. Dengan begitu, mereka bisa memotret hasil penghitungan suara di TPS, lantas mencocokkannya dengan hasil yang dipublikasikan di website KPU.
”Jadi, tak bisa lagi rakyat dibodohi dan diakal-akali,” jelasnya.
Saat ditanya apakah perbedaan hasil pemungutan suara antara C1 dan website KPU yang terjadi secara masif di banyak TPS itu karena keteledoran atau kesengajaan, Jayadi menyebut patut diduga memiliki unsur kesengajaan. ”Karena itu, datanya perlu dibuka, dicocokkan antara C1 dan website KPU,” ucapnya.
Mencuatnya dugaan manipulasi suara dalam pilwali Makassar pun mendapat perhatian khusus dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Jakarta. Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menuturkan, pihaknya sudah memonitor berita-berita di media massa maupun gambar-gambar perbedaan hasil suara C1 dan website KPU yang beredar di media sosial. ”Itu semua menjadi masukan bagi kami,” ujarnya.
Menurut Ratna, untuk mengklarifikasi informasi-informasi tersebut, perlu ada pembuktian di lapangan untuk mengecek dokumen-dokumen asli. ”Saran kami, kalau ada pihak yang merasa dirugikan, silakan melapor ke Bawaslu,” tegas pengajar di Universitas Tadulako, Palu, itu.
Menurut Ratna, mencuatnya dugaan manipulasi suara tersebut justru harus disikapi dengan terbuka oleh penyelenggara pilwali di Makassar. Misalnya, dengan membuka akses kepada publik dan media untuk mengikuti reka- pitulasi penghitungan suara. ”Justru keterbukaan itulah untuk menghindari kecurigaan-kecurigaan publik terhadap kerja-kerja penyelenggara,” ucapnya.
Sementara itu, hingga kemarin, KPU pusat belum mengambil langkah konkret dalam menyelesaikan masalah dugaan kecuragaan di pilwali Makassar. Penyelenggara pemilu tersebut hanya meminta masyarakat melaporkan manipulasi suara yang marak terjadi.
Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan sampai sekarang belum mendapat informasi terkait kecurangan di pilwali Makassar. Menurut dia, jika ada manipulasi suara, masyarakat bisa mengajukan keberatan dan melaporkannya. ”Tapi, ingat, pengajuan keberatan harus ada data dan faktanya,” terangnya.
Pramono Ubaid Tanthowi, komisioner KPU RI, menerangkan bahwa ada dua hal yang bisa dilakukan dalam menyikapi dugaan kecuragaan. Selain melaporkan ke panwaslu, masyarakat bisa melakukan pengecekan ulang saat rekapitulasi di atasnya. Jika manipulasi diduga dilakukan di tingkat kecamatan, maka saat dilaksanakan rekapitulasi di tingkat kota, persoalan itu bisa dipertanyakan. ”Jika terbukti benar terjadi manipulasi, dapat dilakukan koreksi atas hasil perolehan suara pada saat rekap di tingkat Kota Makassar,” jelasnya.
Pramono mengakui bahwa pilwali Makassar cukup kompleks. Dia pun meminta doa dan dukungan dari masyarakat agar KPU bisa mengendalikan sepenuhnya proses rekapitulasi untuk menjaga kemurnian suara pemilih.
Namun, saat ditanya terkait isu-isu dugaan keterlibatan elite di Jakarta yang disebut campur tangan dalam pesta demokrasi di Makassar, Pramono enggan menjelaskan. ”Teman-teman wartawan tentu lebih tahu kaitan antara pilkada di situ dan elite di Jakarta,” jawabnya singkat.
Di tempat terpisah, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong KPU Sulawesi Selatan untuk secepatnya merespons dugaan pergeseran suara di pilkada. ”Agar ini tidak terus berkembang menimbulkan spekulasi di masyarakat,” papar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.
Titi menyatakan, KPU harus membuka kepada publik langkah-langkah yang sudah mereka ambil untuk mengonfirmasi dugaan kecurangan yang mengemuka. Jajaran panwas, lanjut dia, juga harus bergerak cepat menindaklanjuti setiap informasi terkait dengan dugaan perubahan suara hasil pilkada. Panwas tidak boleh menunggu. Kalau sampai terbukti ada yang nekat mengubah suara, mereka bisa langsung dipidanakan.
”Tanpa peduli atau takut pada siapa pun mereka itu,” tegasnya.