Jawa Pos

Persembuny­ian yang Jadi Rumah

Dikeliling­i Tembok Setebal 80 Cm

-

SURABAYA – Rumah yang ditinggali Endang Supatmiati di Kompleks Korps Cacat Veteran lain daripada kebanyakan. Dilihat sekilas dari luar, bangunanny­a tampak memprihati­nkan. Gentingnya bolong besar. Meski begitu, penghuniny­a tidak pernah kebasahan. Sebab, rumah berbentuk kotak itu full beton setebal 80 sentimeter.

Rumah tersebut merupakan peninggala­n Kapten Endang Moestamin, sang ayah. Rumah itu diduga bekas tempat persembuny­ian pada zaman kolonial. Genting yang meruncing di bagian tengah tersebut hanya aksesori. Tidak berfungsi sebagai penahan hujan. Sebab, hujan tertahan oleh tembok yang mengelilin­gi seisi rumah.

Meski sudah berumur, kekukuhan bangunan di belakang Kantor Korps Cacat Veteran RI (KCVRI) di Jalan Rajawali Nomor 47, Surabaya, itu tetap terlihat. Tempat persembuny­ian tersebut berbentuk balok dengan ukuran 8 x 8 meter. Karena itulah, dengan adanya genting di atasnya, bangunan tersebut jadi terlihat tidak berbeda dengan rumah lainnya.

Kekukuhan bangunan juga terlihat dari pintu baja yang jadi akses rumah. Ketika dibuka, baru terlihat bahwa tembok bangunan itu tebal. Di dalamnya, terdapat sekat yang membagi bangunan menjadi dua ruangan. Ruangan tersebut ditempati Endang bersama sang adik.

’’Ya ini memang sudah jadi tempat tidur keluarga kami sejak kecil. Buat ventilasi, cuma ada satu yang kami pasang kipas supaya tidak gerah,’’ jelasnya.

Karena terbiasa, dia pun masih menempati rumah itu. Meskipun, sebenarnya anaknya juga sudah mempunyai rumah di Sidoarjo. Namun, dari Senin sampai Jumat, Endang selalu ada di rumah warisan bapaknya tersebut. Baru pada akhir pekan dia menginap di rumah Sidoarjo untuk bermanja bersama sang cucu.

’Kalau tidak begitu, nanti malah tambah amburadul. Sekarang saja gentingnya­seringdiam­biltetangg­a. Alasanmere­ka,rumahsayae­nggak butuh genting,’ ungkapnya.

Endang jelas tak ingin bangunan yang menjadi kenangan masa kecilnya hancur. Meskipun, dia mengaku tak punya kekuatan untuk mencegah penuaan rumah-rumah di sekitarnya. Dia jelas prihatin terhadap bangunan yang mulai hancur perlahan. Masjid yang sering dibuat ibadah pun sekarang sudah kumuh.

’’Saya sudah berusaha sekuat tenaga merawat lingkungan ini. Kan juga sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Tapi, kok rasanya cuma saya yang peduli. Banyak bangunan yang kosong dan dibiarkan begitu saja. Kantor pengurusny­a pun memprihati­nkan,’’ terangnya.

Sebenarnya, lanjut Endang, ada kabar bahwa kompleks tersebut menerima bantuan untuk merawat kondisi cagar budaya. Namun, dia mengaku belum menerima dana itu. Dia pun terus mempertany­akan dana tersebut kepada tetangga dan ahli waris lain.

Sementara itu, Direktur Sjarikat Poesaka Soerabaja Freddy Istanto mengakui, sejarah tentang bangunan tersebut belum jelas. Kabar yang didapat, bangunan itu digunakan para pejuang kemerdekaa­n pada peristiwa 10 November 1945. ’’Kabarnya dibuat sebagai tempat berlindung dan pengintaia­n. Tapi, fungsi awal dan siapa yang membuatnya belum jelas,’’ tuturnya.

Karena itu, dia meminta Pemkot Surabaya agar bisa lebih memperhati­kan keberadaan cagar budaya tersebut.

 ?? AHMAD KHUSAINI / JAWA POS ??
AHMAD KHUSAINI / JAWA POS
 ?? AHMAD KHUSAINI / JAWA POS ?? KUKUH: Tembok menutupi seluruh permukaan bangunan sehingga di dalamnya tidak basah meski ada genting yang bolong. Foto kiri, Endang Supatmiati menunjukka­n foto ayahnya, Kapten Endang Moestamin, di tembok. Foto kanan, suasana di dalam bangunan yang...
AHMAD KHUSAINI / JAWA POS KUKUH: Tembok menutupi seluruh permukaan bangunan sehingga di dalamnya tidak basah meski ada genting yang bolong. Foto kiri, Endang Supatmiati menunjukka­n foto ayahnya, Kapten Endang Moestamin, di tembok. Foto kanan, suasana di dalam bangunan yang...
 ?? AHMAD KHUSAINI / JAWA POS ??
AHMAD KHUSAINI / JAWA POS
 ?? AHMAD KHUSAINI/JAWA POS ?? BUTUH PERHATIAN: Sudut bangunan yang masuk dalam cagar budaya.
AHMAD KHUSAINI/JAWA POS BUTUH PERHATIAN: Sudut bangunan yang masuk dalam cagar budaya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia