Jawa Pos

Harga BBM Nonsubsidi Naik Tinggi

Dampak Harga Minyak Menanjak Pertalite Tetap agar Tak Pindah ke Premium

-

JAKARTA – Gara-gara harga minyak mentah terus menanjak, PT Pertamina awal bulan ini menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), khususnya pertamax series dan dex Wakil Ketua Komisi VI DPR

series. Kenaikan berlaku mulai kemarin di SPBU seluruh Indonesia. Harga pertamax naik Rp 600 per liter dari Rp 8.900 menjadi Rp 9.500

Produksi minyak Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.” INAS N. ZUBIR

J

Harga dexlite naik dari Rp 8.100 menjadi Rp 9.000 per liter. Kenaikan harga pertamax menjadi yang paling signifikan sejak Januari 2018.

”Ada penyesuaia­n harga karena kenaikan harga minyak mentah dunia,” ujar Vice President Corporate Communicat­ion Pertamina Adiatma Sardjito kemarin (1/7). Adiatma menjelaska­n, harga minyak mentah dunia terus merangkak naik, saat ini rata-rata mencapai USD 75 per barel.

Kenaikan harga minyak mentah dunia tersebut otomatis mengerek harga BBM di Indonesia. ”Patut diketahui, saat ini Indonesia merupakan negara pengimpor minyak karena tidak seimbangny­a antara supply dan demand serta kecenderun­gan permintaan meningkat karena pertumbuha­n ekonomi masyarakat,” ujarnya.

Adiatma menambahka­n, penyesuaia­n harga BBM jenis pertamax, pertamax turbo, dexlite, dan pertamina dex tersebut dilakukan Pertamina sebagai badan usaha dengan mengacu Permen ESDM 34/2018. Harga yang sama berlaku di seluruh wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Sedangkan harga pertamax di wilayah Indonesia Timur seperti Maluku dan Papua malah turun menjadi Rp 9.700 per liter.

Pengamat energi Komaidi Notonegoro mengungkap­kan, kenaikan harga BBM kali ini tidak mengejutka­n. Sebab, harga minyak mentah dunia memang terpantau naik dalam beberapa bulan terakhir. ”Harga minyak dunia naik, harga hariannya sudah menyentuh USD 75 per barel,” ujar Komaidi kemarin.

Ditambah lagi, saat ini Indonesia sedang dilanda pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sehingga tren pergerakan harga minyak masih mungkin untuk bergerak naik. ”Ada pengaruh antara harga BBM dan nilai tukar. Bahkan, jika harga minyak dunia stabil tapi nilai tukar kita melemah, juga ada potensi kenaikan BBM,” paparnya.

Kenaikan harga pertamax yang mencapai Rp 600 per liter, lanjut Komaidi, dari sisi konsumen memang cukup tinggi. Apalagi, sejak Januari 2018 harga pertamax tidak pernah naik sampai Rp 500 per liter. ”Tapi, kalau dari sisi penjual, melihat kenaikan harga minyak yang signifikan itu wajar. Karena dari sisi produsen, harga bahan baku naik,” urainya.

Sementara itu, harga pertalite tidak berubah alias tetap, yaitu Rp 7.800 per liter. Dia menduga, ada intervensi dari pemerintah. Tujuannya, konsumen tidak bermigrasi ke premium. ”Jika harga pertalite ikut dinaikkan, orang yang memakai pertalite dikhawatir­kan berkurang,” ucapnya.

Komaidi menambahka­n, tidak ada margin yang istimewa yang diperoleh produsen. Apalagi, asumsi harga minyak berdasar APBN masih berkisar di harga USD 48 per barel. Mengenai kemungkina­n konsumen untuk beralih dari pertamax ke jenis BBM yang lebih murah seperti pertalite atau premium, Komaidi menyebutka­n, ada kemungkina­n meski kecil. ”Jika pun beralih, mungkin ke pertalite, karena saat ini masyarakat yang mampu sudah ada di porsi yang sadar akan kualitas BBM,” sambungnya.

Pertamina pun menjelaska­n bahwa premium tetap akan disalurkan ke 571 SPBU yang saat Lebaran lalu mendapat tugas untuk mendistrib­usikan BBM bersubsidi itu. ”Tetap ada, karena itu sesuai dengan peraturan pemerintah,” imbuh Adiatma.

Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas N. Zubir menambahka­n bahwa masyarakat perlu memahami penyesuaia­n harga BBM yang dilakukan Pertamina. ”Kita semua mengetahui bahwa produksi minyak Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, jadi harus diimpor dari negara lain,” ujar Inas.

Sebagai regulator, sambung dia, negara memang harus mengatur harga BBM melalui regulasi. Tetapi, di sisi lain, badan usaha milik negara berhak menjalanka­n usahanya untuk mengejar keuntungan melalui BBK maupun produk hasil kilang selain BBM. ”Jadi, mengikuti harga pasar tidak bertentang­an dengan konstitusi selama produk tersebut bukan cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak,” ucapnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia