Ekonomi Terpukul dari Dua Sisi
PEREKONOMIAN diprediksi mengalami perlambatan menyusul penyesuaian harga BBM nonsubsidi. Kenaikan harga bahan bakar khusus itu diproyeksikan turut mengerek harga-harga lain, termasuk transportasi dan distribusi barang
Di samping itu, nilai tukar rupiah yang melemah turut memukul masyarakat sehingga diprediksi menahan belanja.
”Yang jelas, kalau kenaikan Rp 600, efeknya akan langsung pada inflasi dan administered price (harga diatur pemerintah). Kalau harga energi naik, transportasi dan distribusi juga akan ikut mahal,” ujar ekonom Institute Development of Economic and Finance (Indef ) Bhima Yudistira Adhinegara kemarin.
Ongkos distribusi yang naik, lanjut Bhima, berpotensi membuat harga produk industri makanan dan minuman terkerek. Jika hal itu terjadi dan tidak di- ikuti dengan kenaikan pendapatan masyarakat, pertumbuhan konsumsi diprediksi melambat.
Selain kenaikan BBM, Bhima memprediksi sejumlah industri sedang ancang-ancang menaikkan harga akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD). Sebagian besar industri di Indonesia masih mengandalkan bahan baku impor sehingga depresiasi rupiah akan meningkatkan harga bahan baku.
”Kita seperti dipukul dari dua sisi. Pertama dari pelemahan rupiah dan kedua dari kenaikan harga BBM,” tambahnya. Bahkan, dua pukulan tersebut tak hanya mengancam kalangan menengah. Tapi juga hampir semua kalangan, mulai yang berpenghasilan ren- dah sampai menengah atas. ”Yang kalangan bawah daya belinya menurun, yang kalangan atas menahan konsumsi,” bebernya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menyatakan, sebagai antisipasi jangka pendek, pelaku usaha sedang memikirkan efisiensi dan mencari bahan baku substitusi untuk menyikapi peningkatan akibat pembelian bahan baku dengan USD. ”Menaikkan harga itu sangat berat bagi kami karena pasar yang agak sepi dan daya beli yang tidak moncer. Jalan terakhir adalah menaikkan harga. Estimasinya bisa naik 3–6 persen,” sahutnya.