Berupaya Efisien, Menaikkan Harga Adalah Jalan Terakhir
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS membuat sejumlah pelaku usaha waswas. Sebab, sebagian besar industri di Indonesia mengandalkan bahan baku impor. Salah satu industri yang paling banyak bergantung pada bahan baku impor adalah industri makanan dan minuman. Inilah perbincangan wartawan Jawa Pos AGFI SAGITTIAN dengan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman. Bagaimana pendapat Anda tentang rupiah yang kembali melemah?
Sebagaimana yang pernah saya bilang, Indonesia secara fundamental banyak defisit perdagangan. Hal itu sangat rawan untuk membuat rupiah melemah lagi seperti sekarang. Jika sampai menyentuh ke angka 15.000 (per USD), industri makanan dan minuman akan sangat terancam.
Bagaimana dampak pelemahan rupiah terhadap industri makanan dan minuman?
Industri ini impornya masih sangat besar. Pelemahan rupiah tentu berdampak pada peningkatan harga bahan baku dan harga energi sehingga biaya produksi naik. Di sisi lain, ekspornya tidak terlalu besar. Selain itu, defisit ekspor dan impor makanan dan minuman olahan terus meningkat. Jika pada 2016 defisitnya mencapai USD 880 juta, pada 2017 defisit melebar menjadi USD 1,3 juta.
Apakah pelemahan rupiah ini akan membuat industri mamin meningkatkan harga produk?
Sebagai antisipasi jangka pendek, pelaku usaha sedang memikirkan efisiensi dan mencari bahan baku substitusi. Meski butuh waktu, kami mencoba melakukan perubahan ukuran, bahan, dan kemasan supaya tidak memberatkan konsumen. Memang, kalau ini sudah diupayakan tetapi masih berat, kami tidak bisa margin terus-menerus, jalan terakhir adalah menaikkan harga. Meski itu akan sangat berat karena pasar agak sepi. Estimasinya, harga bisa naik 3–6 persen.
Bagaimana harapan pelaku usaha di tengah fluktuasi rupiah?
Tentu, kami berharap ada langkah panjang yang ditempuh pemerintah. Khususnya untuk meningkatkan industri pendukung di dalam negeri supaya bisa bersaing. Supaya industri besar tidak bergantung pada impor. Solusi jangka pendek, pengusaha masih berusaha melakukan efisiensi. Menaikkan harga adalah jalan terakhir. Karena menaikkan harga juga tak bisa sembarangan. Kami juga khawatir, di tengah daya beli yang kurang bagus, kenaikan harga justru semakin menekan harga beli.