Jawa Pos

Diminta Maju Duluan Setiap Ada Masalah di Pengungsia­n

- MIRZA AHMAD

Didorong rasa kemanusiaa­n, Kompol Ninayani Dyah Firstanti mengajukan diri untuk tim yang akan diberangka­tkan ke Sudan Selatan, negara yang baru merdeka pada 9 Juli 2011. Banyaknya anak yatim piatu yang menjadi pengungsi mengusik nurani ibu beranak satu tersebut.

NINA tidak pernah menyangka bisa terpilih menjadi salah seorang internatio­nal police officer (IPO) yang mewakili Indonesia. Apalagi, tugasnya tidak enteng. Menjaga perdamaian di salah satu negara yang sedang dilanda perang saudara di Benua Afrika tersebut.

Tahun lalu PBB mengumumka­n Sudan Selatan membutuhka­n bantuan internasio­nal untuk mengatasi bencana kelaparan dan masalah sosial lainnya. ’’Ini yang bikin hati saya tergerak,’’ ujarnya ketika ditemui pada Rabu (20/6).

Setelah melalui tahapan seleksi, Nina akhirnya dikirim ke United Nations Mission in South Sudan (UNMISS) pada Mei 2017. Nina bergabung bersama 601 personel IPO lainnya dari 37 negara. Mereka bertugas di Juba, ibu kota negara termuda di dunia tersebut.

Meski mengingink­an tugas tersebut, tetap saja dia merasa berat saat harus meninggalk­an keluarga. Terutama anak perempuann­ya yang berusia 12 tahun. ’’Nek bojoku seneng paling dadi bujangan sementara,’’ seloroh Nina, lantas tertawa lepas.

Pada 27 Mei 2017, Nina kali pertama menginjakk­an kaki di Juba. Masa tugasnya setahun. Namun, setiap tiga bulan, Nina berhak libur selama 24 hari. Setelah dipotong waktu perjalanan, tinggal 20 hari dia bisa berkumpul kembali dengan keluarga di Surabaya

Karena ditambah libur itulah, masa tugas Nina berakhir pada Agustus mendatang.

Kegiatan Nina di kamp tidak jauh beda dengan satuan fungsi satsab hara yang terus-terusan melakukan patroli dan pemantauan sepanjang hari. Upaya itu harus dilakukan karena tingginya tingkat kerawanan di kamp pengungsia­n. Ketika melakukan pemeriksaa­n di sejumlah titik di pengungsia­n, beberapa kali dia menemukan peluru untuk senapan serbu, granat yang ditanam di dalam tanah, dan berbagai macam senjata tajam. ’’Sejenis kaya tombak dan pedang itu banyak,’’ ungkap alumnus Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM tersebut.

Patroli di dalam kamp pengungsia­n dilakukan dengan menyusuri gang demi gang dengan berjalan kaki bersama dua personel. Juga, mengadakan patroli gabungan bersama 12 orang formed personnel unit (FPU) bersenjata lengkap. ’’Biasanya bareng personel dari Rwanda atau Nepal,’’ jelas istri Wakasatint­elkam Polrestabe­s Surabaya Kompol Edy Kresno itu.

Banyak konflik batin yang sudah dia alami selama di ’’perantauan’.’ Terutama saat menangani warga sipil di kamp pengungsia­n. Yang paling mengiris hati adalah kondisi anak-anak di kamp. Banyak di antara mereka yang ditinggal orang tuanya. Dalam rumah-rumah yang terbuat dari anyaman bambu dan terpal itu, anak-anak pengungsi benarbenar telantar.

Mereka sering kali kencing dan buang kotoran di dalam rumah. Fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK) hanya tersedia di beberapa titik tertentu di kamp. MCK bersama dan serbadarur­at. ’’Sebagai ibu, ya gimana ya hati saya itu kok miris banget kondisi di sini,’’ tutur perempuan yang tinggal di Tropodo tersebut.

Yang sering terjadi di kamp itu, lanjut Nina, adalah demonstras­i. Setiap kunjungan pejabat dari PBB atau negara lain, pasti ada demo. Tuntutan yang paling utama adalah kebutuhan primer. Terutama bahan makanan.

Alumnus SMAN 16 Surabaya itu menilai, polisi Indonesia paling unggul dalam urusan pengungsi. Sebab, Korps Bhayangkar­a sudah terbiasa dibebani tugas berat. Misalnya, pembinaan masyarakat, deteksi ancaman keamanan, pengamanan unjuk rasa, hingga kriminalit­as.

Karena itu, sering kali Nina diandalkan untuk maju lebih dulu saat ada masalah di kamp pengungsia­n. Pendekatan humanis yang sehari-hari diterapkan di Surabaya menjadi kuncinya. ’’Pengungsi lebih nyaman. Apalagi, saya perempuan, bisa halus. Urusan seperti itu mudah bagi polisi Indonesia,’’ papar anggota Biro Operasi Polda Jatim tersebut.

Setelah setahun bertugas di Sudan Selatan, Nina ingin kembali mengabdi di Surabaya. Dia benarbenar bersyukur dilahirkan di negara yang damai dan tenteram. ’’Anugerah buat Indonesia itu luar biasa. Bersyukurl­ah selagi mampu,’’ tandasnya.

 ?? NINAYANI DYAH FIRSTANTI FOR JAWA POS ?? BERAKHIR AGUSTUS: Kompol Ninayani Dyah Firstanti dengan anak-anak Sudan Selatan di kamp pengungsia­n. Dia bertugas bersama 601 personel dari 37 negara.
NINAYANI DYAH FIRSTANTI FOR JAWA POS BERAKHIR AGUSTUS: Kompol Ninayani Dyah Firstanti dengan anak-anak Sudan Selatan di kamp pengungsia­n. Dia bertugas bersama 601 personel dari 37 negara.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia