Jawa Pos

Sakit Parah, Tak Punya Waktu Urus Gugatan

Korban Pelecehan di Australia yang Pasrah Terima Ganti Rugi

-

Setelah berjuang bertahunta­hun, para korban pelecehan di Australia berharap mendapat ganti rugi yang setara. Apa daya, besarannya ternyata tak sesuai dengan harapan.

RISI dan trauma. Perasaan itu menyergap Doug Goulter setiap kali ada orang yang menjabat tangannya. Pria 69 tahun tersebut tak senang. Bagi orang lain, berjabat tangan adalah hal biasa. Namun, bagi dia, berjabat tangan sudah terlalu intim. Dia membatasi kontak fisik dengan siapa pun. Termasuk orang-orang yang dicintainy­a.

Bukan tanpa alasan Goulter menarik diri. Saat masih anak-anak, dia bertahun-tahun mengalami pelecehan seksual. Tepatnya ketika dia dirawat di tempat penampunga­n anak lakilaki di Bayswater, Melbourne, Australia, yang dikelola gereja Bala Keselamata­n. Salah seorang staf melecehkan­nya pada 1965–1968. Goulter tiga kali melarikan diri, tetapi kembali dimasukkan ke tempat yang sama.

Saat keluar dari tempat tersebut, Goulter malah tersandung kasus hukum dan harus mendekam dua tahun di penjara Long Bay, Sydney. Kala itu dia masih berusia 17 tahun. Di balik jeruji besi itu, Goulter kembali dilecehkan. Rasanya seperti keluar dari mulut harimau dan masuk ke mulut buaya.

Goulter memendam rapat-rapat kisahnya selama bertahun-tahun. Tetapi, trauma itu tetap tinggal di kepalanya. Beban tersebut kian berat karena dia tak bisa bercerita kepada siapa pun. Dia tak yakin orang di sekitarnya mau mendengar ataupun memahami kondisinya.

Kini, setelah skema ganti rugi nasional telah diterapkan, Goulter menjadi salah seorang korban pelecehan pertama yang mengajukan aplikasi. Namun, lagi-lagi dia dibuat kecewa. Dia diperkirak­an menerima ganti rugi AUD 76 ribu atau setara Rp 804,5 juta. Goulter menolak besaran tersebut.

”Bagaimana Anda bisa memutuskan angka rata-rata? Hidup saya tak bisa dirata-rata. Saya ingin ganti rugi mak- simum atau apa pun yang mereka tawarkan,” tegasnya.

Goulter bisa saja menggugat dua lembaga yang pernah melecehkan­nya dan dapat ganti rugi lebih besar. Namun, dia butuh waktu. Hal yang tak dimilikiny­a saat ini. Goulter tengah sakit keras dan dokter memvonis hidupnya tinggal beberapa tahun lagi.

Dia mengalami kardiomiop­ati iskemik dan gagal jantung. ”Tak ada pilihan lain bagi saya,” ujarnya pada ABC Net. Dia butuh uang ganti rugi secepatnya. Tetapi, bukan dengan besaran rata-rata, melainkan maksimal.

Goulter bukan satu-satunya yang mengalami pelecehan. Setidaknya ada 60 ribu orang yang senasib dengannya dan bisa mengajukan ganti rugi. Mereka dilecehkan di berbagai instansi dan lembaga, baik milik pemerintah maupun swasta.

Roy Janetzki memiliki kenangan serupa. Dia adalah penyintas pelecehan yang getol berkampany­e menuntut ganti rugi. Janetzki dulu tinggal di Saint Augustine’s Orphanage, Geelong, Victoria. Dia dilecehkan sejak usia 13 tahun dan akhirnya memilih melarikan diri. Dia ditangkap saat mencoba mencuri mobil.

Kepada polisi, Janetzki menceritak­an pelecehan yang dialaminya, tetapi tak digubris. Dia dipukuli dan diadili sebelum dipindah ke tempat penampunga­n lainnya. Di tempat yang baru, nasibnya tak lebih baik. Dia kembali dilecehkan. ”Semuanya harus diungkap,” ucap pria 70 tahunan tersebut dalam sebuah wawancara dengan The Australian.

Jika saja mau menuntut lewat jalur hukum, ujar Waller, korban bisa mendapat ganti rugi yang jauh lebih besar. Bisa mencapai ratusan ribu dolar. Karena itu, seluruh korban seharusnya diinformas­ikan soal itu sebelum membuat klaim di skema ganti rugi nasional.

 ?? ABCNET.AU ?? AKHIRNYA PASRAH: Doug Goulter yang pernah dilecehkan saat masih kecil.
ABCNET.AU AKHIRNYA PASRAH: Doug Goulter yang pernah dilecehkan saat masih kecil.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia