Jawa Pos

Mulai dengan Tiga Lembar Proposal

- GALIH ADI PRASETYO

Sebelumnya tidak ada yang melirik sungai kecil di Gunung Anyar itu sebagai wisata. Namun, Gramang Sugarbo melihatnya sebagai peluang usaha yang mampu menarik pengunjung.

SUNGAI di ujung timur Kelurahan Gunung Anyar Tambak merupakan salah satu wisata andalan Surabaya. Pengunjung bisa menggunaka­n perahu untuk susur sungai melintasi lebatnya hutan mangrove. Berbagai sarana dan fasilitas yang disediakan menjadikan kawasan itu semakin nyaman untuk dikunjungi.

Sebelum menjadi seperti sekarang, ekowisata mangrove tersebut hanya diisi jalan paving rusak bekas perumahan yang gagal dibangun. Izin mendirikan bangunan (IMB) tidak keluar karena perumahan itu menempati lahan ruang terbuka hijau (RTH) Surabaya.

Gramang Sugarbo adalah pionir pembuka kawasan tersebut. Menjelang akhir 2009, Gramang memasuki masa pensiun dari sebuah pabrik pecah belah di Rungkut. Dia yang tergolong sosok aktif tidak ingin berpangku tangan setelah berhenti bekerja. Gramang mulai memikirkan banyak ide. Mau buka usaha atau traveling ke luar pulau. ”Saat itu bingung juga,” ucap bapak tiga anak tersebut saat ditemui di dermaga sungai itu kemarin (6/7).

Sudah jadi kebiasaan, Gramang sering kelayapan saat bingung. Jalan

ngalor-ngidul mencari ide. Lalu, sampailah di sebuah jembatan tepat di atas sungai bakal wisata perahu. ”Saya perhatikan hanya ada perahu nelayan dan tempatnya rumbuk, tidak kerumat,” katanya.

Ada sebuah dermaga kecil yang dibangun pemkot J

Fungsinya tidak lebih dari sandaran perahu saat ada patroli satpol PP. Selebihnya nganggur. Begitu juga dengan pemancing, tidak ada sama sekali. ”Selama berhari-hari saya ngelamun mengamati di sana. Sampai ada yang bilang saya edan,” katanya. Pria kelahiran 6 Februari 1949 itu pun lantas mendapat gambaran. ”Kepikiran bikin wisata naik perahu sampai ke muara,” ungkapnya.

Dia teringat Pantai Tanjung Kodok (sekarang Wisata Bahari Lamongan). Dulu, jarak antara jalan raya dan pantai cukup jauh. Namun, banyak orang yang rela datang untuk berwisata. ”Nah, saya juga kepikiran, kalau ini dibuat wisata, pasti ada yang datang meski tempatnya jauh dari jalan besar,” katanya.

Hari berikutnya Gramang lang- sung membuat proposal. Tiga lembar kertas berisi latar belakang, susunan pengurus, dan prospek wisata dibawa ke kantor Kelurahan Gunung Anyar Tambak. ”Orang kelurahan tertawa. Ini saya beneran niat bikin proposal atau tidak? Cuma tiga lembar tok,” papar pria yang kini juga berprofesi sebagai guru geografi sekolah swasta tersebut.

Meski begitu, idenya tetap diapresias­i. Proposal tersebut sampai ke camat Gunung Anyar yang memberikan respons positif. ”Saya disuruh ganti proposal yang lebih rapi karena mau dikirim ke pemkot,” ucapnya.

Dua minggu kemudian kabar baik datang dari pemkot. Gramang mendapat izin membuka wisata perahu. Senang dan bingung. Modal nekatnya membuahkan hasil. Di sisi lain, dia tidak punya modal sama sekali. Seminggu berselang, dia diundang rapat oleh pihak kecamatan. Gramang diminta melakukan presentasi. Dalam pertemuan itu juga disepakati kapan peresmian wisata tersebut. ”Wisata itu saya namakan Wisata Anyar Mangrove,” tuturnya.

Tepat pada Tahun Baru 2010 Wisata Anyar Mangrove diresmikan Bambang Dwi Hartono, wali kota yang menjabat saat itu. Sejak awal Gramang memiliki komitmen memberdaya­kan warga Gunung Anyar Tambak. Salah satunya, perahu yang dipakai merupakan milik nelayan yang disewa. ”Awalnya ada tiga perahu yang saya sewa per hari,” tegasnya.

Berangsur-angsur wisata itu semakin ramai. Tarif murah menjadi daya tarik tambahan. Anak-anak hanya diminta bayar Rp 5 ribu dan orang dewasa Rp 7 ribu untuk sekali jalan. Belasan lapak pedagang berdiri di deretan pintu masuk. Tiap bulan diadakan orkes musik untuk meramaikan suasana.

Keberhasil­an tidak dicapai dari sisi wisata saja. Tetapi juga dari sisi lingkungan. Pada 2012 Gramang mendapat kepercayaa­n dari sebuah LSM asal Bali untuk menanam 50 ribu bibit mangrove di tempat itu.

Hingga pada 2017 usaha perahunya mulai seret. Bukan karena penumpang yang sepi, melainkan konflik internal membuat usahanya tutup. Pemkot juga turun tangan memperbaik­i lokasi itu. Dermaga perahu baru dibangun dan fasilitas wisata lain ditambah. Gramang dipercaya mengelola perahu wisata. Berbekal dua perahu miliknya yang masih ada, dia melayani perjalanan menuju ke muara. ”Sepi ataupun ramai saya tetap bersyukur, saya sudah telanjur jatuh cinta di sini,” paparnya.

 ?? GALIH ADI PRASETYO/JAWA POS ??
GALIH ADI PRASETYO/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia