Jawa Pos

Enam Fraksi Menolak, PKB Yang Setuju

Raperda Perlaksana­an Pertanggun­gjawaban APDB 2017

-

SIDOARJO – Kekhawatir­an adanya penolakan raperda pertanggun­gjawaban pelaksanaa­n APBD 2017 terjadi juga. Legislatif menolak mengesahka­n raperda tersebut agar bisa menjadi perda.

Keputusan itu diambil setelah mayoritas fraksi di DPRD Sidoarjo menyuaraka­n penolakan. Dari tujuh fraksi, hanya PKB yang setuju. Enam fraksi lainnya bersuara berbeda dan memilih mengembali­kan raperda tersebut ke eksekutif.

Penolakan pertama dilontarka­n Fraksi PAN. ”Mekanisme pembahasan tidak berjalan, maka PAN yang beranggota tujuh orang menolak pengesahan raperda ini,” tegas Ketua Fraksi PAN DPRD Sidoarjo Bangun Winarno.

Setelah PAN, berturut-turut Fraksi PDIP dan Fraksi PKS-Nasdem menyuaraka­n penolakan. Alasan dua fraksi tersebut juga tak jauh berbeda dengan yang dikemukaka­n PAN. ”Selain mekanisme tidak jalan, kami merasa legislatif disepeleka­n oleh TAPD (tim anggaran pemerintah daerah, Red),” ungkap juru bicara Fraksi PDIP DPRD Sidoarjo Sudjalil. ”Kami menolak raperda itu dilanjutka­n sebagai perda,” sambung Ketua Fraksi PKS-Nasdem DPRD Sidoarjo Aditya Nindyatman.

Fraksi Demokrat, Fraksi Gerindra, serta Fraksi Golkar Bintang Persatuan juga satu suara. Tiga fraksi tersebut pun tidak sepakat raperda tersebut disahkan menjadi perda. ”Walaupun DPRD tidak mempunyai wewenang menolak laporannya, kami memutuskan tidak menyetujui­nya menjadi perda,” kata juru bicara Fraksi Gerindra DPRD Sidoarjo Bambang Pujianto.

Seperti PAN, PDIP, dan PKS-Nasdem, Fraksi Gerindra dan dua fraksi lainnya menganggap mekanisme tidak berjalan sehingga tak layak dijadikan perda. Mekanisme yang tidak berjalan yang dimaksud adalah pembahasan raperda antara legislatif dan eksekutif. TAPD yang diajak rapat oleh Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sidoarjo ternyata tidak datang.

Di sisi lain, eksekutif dinilai sengaja membenturk­an legislatif dengan waktu. Sebab, nota masuk raperda tersebut dikirim ke dewan pada 6 Juni atau dua hari sebelum libur Lebaran selama dua pekan. Padahal, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, legislatif harus mengambil keputusan 30 hari setelah nota masuk. Artinya, pada 6 Juli dewan harus memberikan keputusan. Praktis, waktu efektif hanya dua pekan. Dewan sudah berusaha ngebut. Tetapi, dua kali rapat paripurna tentang raperda tersebut justru batal.

Hanya Fraksi PKB yang berbeda pandangan. Mereka menilai raperda bisa disetujui menjadi perda. ”Ketika ini tidak menjadi perda dan dikembalik­an, lalu menjadi perkada (peraturan kepala daerah), dewan terkesan tidak bekerja,” ujar juru bicara Fraksi PKB DPRD Sidoarjo Abdillah Nasih. Nasih menuturkan bahwa PKB menilai legislatif tidak maksimal melakukan pembahasan.

Sebab, kebiasaan di banggar, rapatrapat sering kali berlangsun­g sampai larut. Namun, untuk kali ini, kebiasaan tersebut tidak dijalankan. ”Kalau salah, eksekutif memang salah. Tapi, kita juga salah karena tidak maksimal melakukan pembahasan,” dalih Nasih.

Tetapi, argumentas­i Nasih dan PKB tidak bisa menggoyahk­an sikap fraksi lainnya. ”Sesuai suara mayoritas, kami kembalikan raperda ini ke eksekutif untuk kemudian diambil langkahlan­gkah sesuai perundang-undangan yang berlaku,” ucap Ketua DPRD Sidoarjo Sullamul Hadi Nurmawan saat menutup sidang.

Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi Fraksi

Fraksi

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia