Perunggu dari Dance World Cup
Bawakan Tarian Kehidupan Pasar di Surabaya
SURABAYA – Delegasi Indonesia dalam Dance World Cup 2018 berhasil pulang dengan bangga. Satu medali perunggu diraih dalam lomba tari internasional di Spanyol pada 30 Juni lalu. Medali tersebut disabet Fitani Wardha Machfiro dalam kategori Junior Solo National & Folklore Dance.
Fini, sapaan Fitani, membawakan tarian solo Pojok Pasar Kembang yang bercerita tentang kehidupan masyarakat pasar. Fini tampil gesit dengan kebaya hitam dihiasi ornamen bunga merah. Rambut panjangnya ditutupi kain yang diikat ke belakang. Bakul anyaman cokelat menjadi alat penunjang tariannya. Gemulai tangan dan tubuhnya bergerak seirama lagu yang dimainkan.
Fini berangkat bersama tujuh orang lainnya dari Studio Tydif untuk mewakili Indonesia di ajang yang diikuti 60 negara tersebut. Mereka juga berlaga dalam kategori Senior Duet/Trio National & Folklore Dance dan Senior Small Group National & Folklore Dance. Di dua kategori itu, perwakilan Surabaya berhasil menduduki peringkat ke-4. ”Paling bangga karena bisa menyalip negara tetangga sendiri,” kata Diaztiarni, pelatih Stufio Tydif dan pendamping delegasi selama berada di Spanyol.
Seluruh tarian yang ditampilkan di panggung DWC merupakan kreasi baru dengan aspek-aspek kedaerahan yang kental. Tarian itu memang berusaha mengambil kegiatan sehari-hari dari lokasi legendaris di Surabaya. Misalnya, tarian Kembang Jepun. Diaztiarni menyatakan, tarian tersebut berusaha menggambarkan interaksi antara etnis Tionghoa dan Madura. ”Dua orang ini yang menampilkan suasana di Kembang Jepun,” ungkap Diaz sambil menunjuk Keziavtian Wisnu Istighfaria dan Rizqadifa Shaden.
Tarian untuk kategori Senior Small Group National & Folklore Dance berjudul Suramadu. Tarian tersebut dibawakan Fitani Wardha Machfiro, Alvia Salsabila Hidayat, Fany Dwi Saputri, Melodie Walla, Keziavtian Wisnu Istighfaria, dan Rizqadifa Shaden. ”Tarian Suramadu berusaha menampilkan bahwa Jembatan Suramadu ini memudahkan masyarakat. Menghubungkan Surabaya dan Madura,” tutur Diaztiarni.
Persiapan laga internasional itu dimulai sejak Februari lalu. Diaztiarni menjelaskan, timnya harus rela memotong waktu penampilan. Tarian aslinya harus dibawakan 5–6 menit. Namun, aturan lomba hanya memberikan waktu 2–3 menit. ”Perubahan lebih banyak di musikalisasinya,” jelasnya.