Jawa Pos

Ajak Penggiat Kreatif Kembali Berkarya di Surabaya

Launching E-Magazine Survibe dan Mulih Exhibition

- AHMAD DIDIN KHOIRUDDIN

Setiap sudut Kota Surabaya selalu memiliki daya pikat yang menarik untuk ditelusuri. Baik dari sisi perkotaan maupun sisi humanis. Menjadi kota terbesar kedua di Indonesia membuat beberapa sudut kota lepas dari ekspose. Survibe hadir untuk mengeksplo­rasi Surabaya lebih dalam.

SIANG itu sebuah kafe di Jalan Sono Kembang, Surabaya, menjadi saksi kemunculan sebuah platform media digital baru. Ruang makan disulap menjadi ruang pameran. Puluhan karya anak Surabaya dipajang. Ya, khusus seniman asli Surabaya. Para seniman tersebut diminta mulih

kembali ke Surabaya.

Dua acara dihelat sekaligus. Mulih Exhibition dan launching

platform media digital Survibe (Surabaya Urban Vibe). Keduanya mengangkat tema yang sama. Yaitu, ’’Catatan Jembatan Masa’.’

Kesamaan lainnya, keduanya mewadahi pelaku kreatif yang ’’tersisih’’ dari Surabaya.

Nah, sebuah platform media digital dibuat untuk menampungn­ya. Tidak sekadar menampung, media itu akan menjadi media komunikasi.Terutamaan­tarpenggia­t pelaku kreatif. ’’Tujuan utamanya, mereka bisa bertemu dan membuat pameran serupa,’’ tutur Community Engagement Executive Survibe Ripta Paranoan.

Platform tersebut diwujudkan dalam dua bentuk. Yakni, e-magazine dan video YouTube. Untuk e-magazine, Ripta bersama delapan rekannya telah mendesain majalah itu menjadi empat rubrik. Yaitu, Pesona, Sapa, Icip icip, dan Teropong.

Semua disajikan dalam bentuk visual storytelle­r. Ripta berusaha mengurangi jumlah kata dan memperbany­ak gambar serta foto. Tujuannya, memunculka­n pemaknaan yang berbeda dari setiap pembaca. ’’Kami biarkan para pembaca mengasumsi­kan sendiri maksud gambar di setiap halamannya,’’ tambahnya.

Edisi pertama majalah digital Survibe diberi tema Kado untuk Surabaya. Semua kontennya didedikasi­kan untuk Surabaya. Rubrik Pesona diisi konten Empat Wajah Surabaya dan Soekarno Itu Surabaya. ’’Kami ingin ceritakan empat etnis yang ada di Surabaya. Lalu, ingin ceritakan bahwa Soekarno pernah singgah dan besar di Surabaya,’’ ucap perempuan yang pernah menjadi dosen tersebut.

Rubrik Sapa menjadi wadah bagi masyarakat umum. Termasuk warga asing yang mengunjung­i Surabaya. Cerita mereka selama menjelajah Surabaya akan dinarasika­n. Dengan begitu, kesan yang ditimbulka­n akan berbeda dengan warga asli Surabaya.

Icip icip menjadi rubrik hiburan dan karya. Terutama inovasi dan terobosan kreatif yang dibuat orang Surabaya. ’’Karyanya sudah nasional, bahkan internasio­nal. Tapi, kami ceritakan bahwa dia adalah orang Surabaya,’’ tegas Ripta.

Rubrik Teropong menjadi penutup. Halaman tersebut dikemas dengan potret Surabaya yang bernuansa historis dan naratif. Jadi, pembaca tidak lupa dengan sejarah yang pernah terjadi di Kota Pahlawan. ’’Hingga pada akhirnya media ini kami buat untuk wadah kreatif arek Suroboyo. Baik yang masih di Surabaya maupun tidak di Surabaya,’’ papar Ripta.

 ?? AHMAD DIDIN/ JAWA POS ?? (pulang) AREK SUROBOYO: Para inisiator platform digital Survibe (dari kiri) Dhahana Adi, Fandy Ragil, Nadia Seassi, Ripta Paranoan, dan Yulibar Husni.
AHMAD DIDIN/ JAWA POS (pulang) AREK SUROBOYO: Para inisiator platform digital Survibe (dari kiri) Dhahana Adi, Fandy Ragil, Nadia Seassi, Ripta Paranoan, dan Yulibar Husni.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia