Jawa Pos

Demokrat Pilih Menunggu

-

PARTAI Demokrat sudah memastikan tidak memiliki calon presiden dari kader sendiri. Dengan begitu, partai yang dipimpin Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono itu akan memilih satu di antara dua kutub politik yang mungkin muncul pada Pilpres 2019.

Keputusan Partai Demokrat akan bergantung pada sosok cawapres yang muncul. ’’Kami ingin tahu siapa yang dipilih Pak Jokowi. Begitu pula yang dipilih Pak Prabowo,’’ ujar SBY kemarin

Penglihata­n saya sebagai veteran capres, yang akan mengubah keadaan nanti bila baik Pak Jokowi maupun Pak Prabowo mengumumka­n cawapresny­a.’’ SBY Ketua Umum Partai Demokrat

Dia yakin rakyat dan semua parpol sedang menunggu siapa yang akan dipilih oleh dua tokoh tersebut untuk bertarung pada pilpres tahun depan. ’’Penglihata­n saya sebagai veteran capres, memang yang akan mengubah keadaan nanti bila baik Pak Jokowi maupun Pak Prabowo mengumumka­n siapa cawapresny­a,’’ lanjut pria asal Pacitan itu.

Menurut SBY, situasi politik akan sangat dinamis. Tanggal 9–10 Agustus nanti adalah puncaknya. Apalagi bila Jokowi dan Prabowo mengumumka­n cawapresny­a saat-saat akhir itu. Berarti parpolparp­ol hanya punya waktu 2 x 24 jam untuk bersikap.

Partai Demokrat, lanjut SBY, sudah menyiapkan beberapa opsi. Karena itu, apa pun kondisinya, meski mepet, Partai Demokrat akan tetap bisa menentukan pilihan. Sejak Senin (9/7), dia bersidang dengan Majelis Tinggi Partai Demokrat yang dilanjutka­n pertemuan dengan ketua-ketua DPD dari seluruh Indonesia kemarin.

Semua opsi yang ada sedang dibahas. Pertemuan akan sampai pada satu titik, yaitu saat Demokrat mengusung capres dan cawapres. ’’Saat ini Demokrat tidak punya calon presiden,’’ tegasnya.

Sementara itu, Direktur Wahid Foundation Zannuba Arifah Chafsoh alias Yenny Wahid berharap cawapres yang muncul nanti memiliki kapasitas yang lengkap. Secara terang benderang, putri kedua Presiden Ke-4 RI Abdurrahma­n Wahid itu menyebut Mahfud MD sebagai cawapres yang memiliki kompetensi yang jarang dimiliki cawapres lain. ”Pengalaman­nya lengkap. Dia juga kader NU tulen. Tidak usah diragukan lagi,’’ kata alumnus Harvard University itu.

Trias politica, kata Yenny, ada pada Mahfud. Sebab, guru besar hukum tata negara Universita­s Islam Indonesia (UII) Jogjakarta itu pernah menjadi anggota DPR (legislatif ), menteri (eksekutif ), dan hakim konstitusi (yudikatif).

Menurut Yenny, NU memang sudah memutuskan untuk tidak terlibat politik praktis secara kelembagaa­n. ”Namun, silakan kader NU yang ingin berpolitik dan berkiprah. Asalkan, tidak mengklaim membawa-bawa NU,” paparnya. Selain itu, dia berharap sesama kader NU tidak saling menjegal dalam kontestasi politik praktis.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia