Pengusaha Pangkas Margin Usaha
JAKARTA – Dampak melemahnya kurs rupiah, pengusaha mulai menekan margin usaha. Hal itu dilakukan karena pengusaha tidak mau menaikkan harga. Sebab, konsumen dikhawatirkan mengurangi konsumsi jika harga jual barang naik.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik Bank Indonesia (BI) Yati Kurniati mengatakan, penurunan margin tersebut terungkap dalam survei kegiatan dunia usaha yang dilakukan BI. Padahal, survei pada kuartal II menyebutkan bahwa pengusaha telah meningkatkan kapasitas produksi.
”Usaha dengan impor tinggi akan rentan pada pelemahan nilai tukar sehingga menjadikan biaya produksi tinggi. Dari survei kami, mereka belum ubah harga, tapi lebih ke menurunkan mar- gin,” ungkap Yati saat diskusi bersama wartawan kemarin (12/7). Sektor usaha yang menekan margin, antara lain, industri makanan dan minuman, farmasi, juga tekstil. Rupiah saat ini bergerak di level Rp 14.300–Rp 14.400 per dolar AS (USD). Rupiah telah melemah lebih dari 6,6 persen sejak awal tahun.
Ketua Komite Perdagangan dan Industri Bahan Baku Farmasi Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Indonesia Vincent Harijanto mengatakan, industri farmasi berencana menurunkan margin jika nilai tukar tak kunjung stabil. ”Memang susah karena 95 persen kami impor bahan baku. Kalau naikkan harga, juga bukan solusi,” tambahnya.
Soal depresiasi rupiah, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong mengatakan, investor dapat menahan rencana investasi. Sebab, investor perlu mengukur rencana dana yang masuk dan risiko yang akan timbul ketika berinvestasi di sebuah negara. ”Tetapi, tidak berarti batal, ya. Kalau batal, itu mungkin karena alasan lain, bukan karena nilai tukar,” ujarnya.
Menurut Thomas, investor juga membutuhkan kestabilan nilai tukar. Dia berharap investor asing masih tertarik untuk masuk ke Indonesia. ”Semua mata uang negara tetangga juga melemah. Investor biasanya kalau menunda kan sampai enam bulan. Kami publikasikan angka per kuartal. Dan, angka per kuartal itu buat kami bisa sangat besar,” jelasnya.