Andiyas Serahkan Buaya Muara Peliharaannya karena Khawatir Celakai Orang
SELASA (10/7) jadi hari yang paling menyedihkan bagi Andi –panggilan Andiyas– yang tinggal di Kelurahan Lumpur, Gresik. Sebab, pimpinan perguruan Pencak Silat (PS) Sampurna itu harus merelakan Pon Pon, buaya muara yang dipeliharanya selama lima tahun terakhir, ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Dia khawatir Pon Pon yang sempat lepas dari kandang akan mencelakai warga meski selama ini buaya betina itu tidak pernah bersikap agresif.
”Kadang ia (Pon Pon) saya eluselus. Ia diam saja,” katanya ketika ditemui kemarin. Sudah tiga hari dia berpisah dengan Pon Pon. Namun, pria yang bekerja serabutan di tempat pelelangan ikan (TPI) itu sering kecele. Beberapa kali dia memerintah anaknya, Chandra Maisaf, untuk mengecek kandang Pon Pon. ”Diloken bajule, sik onok tah.” Chandra pun mengingatkan bahwa kandang Pon Pon sudah kosong.
Kandang Pon Pon berupa kolam berukuran panjang 2 meter, lebar 1,5 meter dengan kedalaman 0,5 meter di bagian belakang rumah. Di dekatnya, ada kandang ayam dan pagupon, rumah untuk burung merpati. Kalau orang yang baru putus cinta sering memandang barang dari mantan pacar agar kangen terbayar, Andi juga demikian. Hanya dengan memandangi kolam Pon Pon sejenak, dia merasa bisa menuntaskan kerinduannya
J
”Ada perasaan senang,” ujarnya. Selama ini, Andi tidak sendiri merawat Pon Pon. Dia dibantu Chandra. Sebenarnya, Andi yang menikah dengan Siti Solikha punya enam anak. Tapi, hanya Chandra yang bisa dekat dengan Pon Pon. Cowok 25 tahun itu sering membantu memberi makan dan mengganti air tawar di kolam ketika keruh. ”Seminggu sekali air diganti. Empat hari sekali saya kasih makan daging ayam potong. Bergantian dengan bapak,” kata Chandra.
Anak keempat di antara enam bersaudara itu mengatakan bahwa selama ini, Pon Pon tak pernah mengganggu anggota keluarganya. Termasuk hewan peliharaan mereka. Bahkan, Pon Pon sering kali keluar dari kolam dan berdiam di halaman. Di sekitarnya, ayam-ayam berkeliaran mencari makan. Begitu juga burung merpati. Tak ada satu pun yang dicaplok Pon Pon. Dia juga diam saja saat diajak selfie oleh anakanak sekitar rumah Andi.
Ketika Pon Pon naik ke daratan, Andi atau Chandra tidak pernah bersusah payah membawanya kembali ke kolam. Cukup diajak bicara, binatang reptil itu masuk kolam. Nurut. ”Ayo Pon Pon masuk. Nanti dia jalan masuk kolam,” kenang Chandra. Menurut dia, Pon Pon mengerti karena sering diajak berkomunikasi. Kini Andi dan Chandra merasa kehilangan ”anak”. Sepertinya, hal serupa dirasakan Pon Pon. Saat Andi dan Chandra mengikat mulut Pon Pon dengan tali tampar kapas putih, Pon Pon seakan menangis. ”Saya melihat kelopak mata Pon Pon berair,” kata Andi lirih. Lelaki kelahiran 7 September 1963 itu sempat ingin menemani Pon Pon menuju Batu, tempat karantina BKSDA. Tapi urung. ”Gak sido. Ison (saya) pulang sama siapa,” ungkapnya.
Andi bertemu Pon Pon pada 2013. Waktu itu, ada tetangga yang melihat buaya di tambak. ”Saya dimintai tolong untuk menangkapnya,” katanya. Permintaan masyarakat setempat itu bukan tanpa alasan. Lelaki yang mengawali masuk sekolah dasar di usia 12 tahun tersebut dianggap memiliki ”keistimewaan”. Pandai me- naklukkan binatang buas. Anjing liar, kera, biawak, hingga ular kobra pernah dijinakkan.
Pon Pon akhirnya tertangkap. Diberi nama Pon Pon karena tertangkap pada Selasa Pon.
Pernah Andi dicaplok Pon Pon? Andi mengaku hanya sekali digigit Pon Pon. Kejadiannya sekitar Februari 2018. Siang itu, Andi membersihkan kolam. Tanpa sengaja Andi menduduki ekor Pon Pon. ”Saya tinggal jandon (bicara) dengan teman. Tangan saya dicaplok,” katanya sambil memperlihatkan bekas gigitan Pon Pon. Berdasar pengalaman itu, Andi mengaku semua hewan, termasuk binatang buas, tidak akan melukai orang bila tidak disakiti.