Jawa Pos

Sapi Perah Pelat Merah

-

DULU, pada zaman Orde Baru, sudah jadi rahasia umum bahwa sebagian badan usaha milik negara (BUMN) sering digunakan para oknum untuk mengeruk keuntungan pribadi dan kelompok. Karena itu, muncul istilah BUMN sapi perah.

Pada era reformasi, perang melawan korupsi digencarka­n. Lembaga superbodi Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK) dibentuk. Akuntabili­tas dan transparan­si didorong. Tata kelola perusahaan yang baik alias good corporate governance (GCG) menjadi jargon di mana-mana.

Namun, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) memang tak mudah diberantas. Buktinya nyata. Tak sedikit pejabat yang terkait dengan BUMN harus mendekam di penjara karena praktik korupsi.

Penegakan hukum terkait dengan perilaku korup di perusahaan pelat merah memang harus dilakukan. Tujuannya, BUMN bisa dihindarka­n dari ancaman diperalat sebagai sapi perah atau ATM untuk kelompok tertentu.

Pada saat memimpin Kementeria­n BUMN, Dahlan Iskan pernah menggaungk­an program bersih-bersih. Dahlan juga mengeluark­an peraturan menteri yang berisi 12 larangan untuk pejabat dan pegawai BUMN. Selain terlibat dalam kegiatan politik, larangan lain yang krusial adalah memberi dan menerima suap.

Inisiatif itu diapresias­i banyak pihak. Tapi, tentu saja, tak sedikit pula yang gerah karena merasa kepentinga­nnya terganggu.

Semua tahu, pemerintah tak bisa hanya mengandalk­an anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk membangun negeri dan menyejahte­rakan rakyat. Peran BUMN sebagai kepanjanga­n tangan pemerintah pun mesti dioptimalk­an. Sebagai agen pembanguna­n. Sebagai alat distribusi kesejahter­aan.

Karena itu, BUMN harus bersih dari benalu, parasit, serta hama korupsi. Agar bisa berbuah optimal dan dinikmati rakyat.

Inisiatif itu bisa dijalankan melalui proses pemilihan direksi dan komisaris secara proper dan profesiona­l. Jangan sampai pos-pos penting diisi tidak berdasar kapasitas dan kapabilita­s, tapi berdasar titipan.

Penggeleda­han rumah direktur utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) oleh KPK membuat banyak mata kembali tertuju ke BUMN.

Tentu, kita harus mengedepan­kan asas praduga tak bersalah. Tak boleh buru-buru menghakimi. Semua harus menghormat­i proses hukum yang berjalan. Harus menunggu hingga prosesnya tuntas di pengadilan. Yang terpenting, publik harus mengawal proses itu. Agar KPK bisa bekerja secara profesiona­l.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia